Ahad 08 Dec 2019 08:14 WIB

Tentang Pancasila: Catatan Untuk Pikiran Rocky Gerung

Pancasila sebagai idelogi dan Filosofi Dasar: Catatan Untuk Pikiran Rocky Gerung

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan disaksikan Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila ( BPIP) Megawati Soekarnoputri saat Presidential Lecture Internalisasi dan Pembumian Pancasila di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019).
Foto:

Penjelasan Rocky bahwa Jokowi tidak faham Pancasila mungkin terlalu prematur. Setelah Komunisme gagal diseluruh dunia, Sosialisme, Pragmatism, Kapitalisme masih ada sebagai ideologi. Tentu disamping agama-agama yang bergerak dalam ajaran ideologis.

Pandangan Jokowi terkait menaikkan iuran BPJS dan melarang AMDAL, yang dituduh Rocky sebagai bukti Jokowi tidak faham Pancasila, merupakan "misleading". 1) Menaikkan iuran BPJS adalah ajaran "survival for the fittes" yang meletakkan tanggung jawab individual itu berpusat pada individual. Pandangan tokoh politik Margaret Thatcher di Inggris dulu, mewakili kaum Libertarian, menolak sama sekali adanya tanggung jawab negara terhadap subsidi bagi orang-orang miskin. Berpikir pro subsidi adalah sosialis dan sebaliknya memperkecil subsidi anti sosialis (Neo Liberal/Libertarian).

2) AMDAL dalam perspektif kaum Libertarian dan para kapitalis adalah bagian aturan yang membuat negara "mengganggu" kepentingan pasar (market place). Orang2 seperti Fredrick Hayek dan Milton Friedman, meyakin negara sebaiknya tidak perlu ada.

Dari dua hal di atas, kita melihat bahwa Jokowi menganut suatu pemahaman.  Menganut suatu pemahaman tidaklah mungkin dikatakan Jokowi tidak faham Pancasila. Jika dikaitkan pada pola penyerangan rezim Jokowi pada Islamisme, seperti dilakukan Sukarno dulu, maka sudah dapat dicermati bahwa Jokowi sedang menggeser lagi Pancasila dari filosofi dasar menjadi ideologi.

Jikalau ideologi yang ditanamkan Sukarno pada Pancasila dahulu, sebagai inti daripada inti, adalah Komunisme, maka Jokowi saat ini mungkin mencoba menggerakkannya dengan ideologi Kapitalisme. Namun, bisa saja ideologi itu berupa Pragmatism?

Sebuah Pragmatism adalah campur-campur dengan orientasi jalan tengah, seperti Third Way di Inggris, maupun ideologi Komunis ala Deng Xio Ping di China dahulu (Quote Deng: Tidak peduli kucing hitam ataupun putih yang penting bisa tangkap tikus).

Untuk itu perlu waktu yang dalam untuk menilai ideologi yang dibawa Jokowi ini.

Namun, Pancasila sebagai sebuah Konsensus maupun ideologi, memang merupakan produk sejarah. Jika Pancasila itu digali dari spirit masa lalu kita, maka semua bentuk masa lalu kita bervariasi, dari wisdom yang baik, sampai kepada ajaran-ajaran keji ala Machiavellis dalam kekuasaan.

Penutup

Sejarah manusia dibentuk dengan berbagai kontestasi dan klaim antara berbagai kelompok dominan dalam masyarakat.

Pada saat tertentu, konsensus dilakukan jika keseimbangan sosial tertentu dianggap lebih baik dalam menghindari perang dan permusuhan. Namun, pada saat tertentu ketika pemimpin yang hadir mempunyai ambisi ideologis, maka konsensus tersebut berubah menjadi perang atau permusuhan untuk memastikan adanya dominasi.

Jokowi bukanlah seperti kata Rocky yang tidak faham Pancasila, malah Jokowi sedang menggeser Pancasila dari sebuah Waltanchung atau Philosophische Grondslag ke arah ideologi. Apakah ideologi itu Kapitalisme dan variannya atau Pragmatism, masih perlu diamati.

Namun, sebagai mana sejarah mengajarkan, bahwa Islam tidak dapat ditaklukkan di Indonesia. Dan bahaya untuk disingkirkan, "Too Big To Fail". Baik dengan bantuan RRC di masa Bung Karno, maupun dibantu Amerika/barat di masa Suharto.

Yang penting selalu kita renungkan apakah ada jalan tengah Pancasia: Diantara "common platform" dan ideologi?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement