REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin menjadi saksi dalam persidangan kasus jual beli jabatan di lingkungan kementerian agama daerah dengan terdakwa Romahurmuziy alias Romi. Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu didakwa menerima suap dalam kasus tersebut.
Ketua jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto mencecar Lukman tentang proses seleksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur (Jatim) 2019 yang meloloskan Haris Hasanudin. Haris diduga memberikan suap Rp 325 juta kepada Romi sebagai ‘bos’ Lukman di PPP agar memengaruhi keputusan dalam proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim.
Dalam seleksi itu, Haris diketaui memiliki kecacatan persyaratan karena pernah melakukan pelanggaran dan menjalani hukuman disiplin terkait jabatan sebelumnya. Dalam persidangan, Komisi Aparatur Sipil Negara (KaSN) dua kali merekomendasikan kepada Lukman agar Haris dicoret atau digugurkan dari pencalonan.
Lukman mengakui rekomendasi tersebut, disuratkan pada 29 Januari dan 27 Febuari 2019 saat proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim sudah menghasilkan tiga nama kandidat, termasuk Haris.
Namun, menurut Lukman, dirinya tak punya kewenangan menjalankan rekomendasi KaSN. Karena, menurut dia, kewenangan menggugurkan atau mencoret kandidat yang masih dalam proses seleksi ada pada panitia seleksi yang saat itu dipimpin Sekjen Kemenag Nur Kholis.
Lukman mengaku, rekomendasi KaSN diteruskan kepada pansel agar ditindaklanjuti. Namun, Lukman juga meminta kepada sejumlah staf ahli bidang hukumnya di Kemenag untuk mengkaji rekomendasi tersebut sebagai dasar mengambil kebijakan nantinya.
Lukman menerangkan, kajian dari staf ahlinya menyatakan rekomendasi KaSN dapat dikesampingkan. Lukman mengatakan, tidak ada dasar hukum untuk mencoret seorang calon yang dalam prosesnya tak melakukan pelanggaran hukum.
Sebaliknya, kata Lukman, mencoret kandidat dalam proses seleksi malah akan berdampak hukum karena dapat melanggar hak konstitusional peserta seleksi. “Hasil kajiannya benar, bahwa norma butir i (dalam rekomendasi KaSN), bisa dikesampingkan,” kata Lukman.
Lukman mengaku, tak pernah sekalipun merekomendasikan untuk meloloskan Haris. Meskipun, Lukman mengakui dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saat penyidikan di KPK, mengakui kenal dengan Haris ketimbang para calon lainnya.
Lukman menerangkan, pengakuannya dalam BAP tersebut benar. Hanya, kata dia, konteks kenalnya dengan Haris saat berbicara dengan Ketua Pansel Nur Cholis tentang keseluruhan proses kandidat Kakanwil Kemenag di sejumlah daerah. “Ketika sampai proses yang di Jawa Timur, saudara Nur Cholis menanyakan kepada saya, ‘ini ada empat nama. lalu, bagaimana?,” kata Lukman menirukan Nur Cholis.
Lukman juga mengakui, pernah berdiskusi dengan Haris tentang proses seleksi jabatan Kakanwil Kemenag Jatim. “Saat saya sedang kunjungan ke Jawa Timur, dan didampingi oleh yang bersangkutan, dan yang bersangkutan menyampaikan bahwa dirinya sedang mengikuti proses seleksi,” kata Lukman. Haris juga tak memintanya membantu.
Jaksa Wawan kembali mencecar bahwa dalam pertemuan tersebut ada pemberian uang dari Haris kepada Lukman senilai Rp 20 juta. Lukman mengaku hanya Rp 10 juta dan dia baru mengetahuinya setelah tiba di Jakarta. Uang itu diberikan lewat ajudannya Heri Purwanto.
“Saudara Heri hanya menyampaikan ini ada uang dari saudara Haris tolong disampaikan kepada Pak menteri,” kata Lukman. “Lalu, saya minta saudara Heri untuk mengembalikan uang itu."
Mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (4/12/2019).
Penemuan uang
Lukman mengklarifikasi terkait temuan uang dalam mata uang Rupiah dan dolar AS di kantronya saat digeledah KPK. Uang sitaan itu senilai Rp 180 juta dan 30 ribu dolar AS atau setara Rp 423 juta.
“Soal status barang bukti ditemukan uang berbentuk dolar maupun berbentuk rupiah di ruang kerja. Bisa diterangkan uang apa itu?” kata Hakim Fahzal.
Lukman pun menerangkan uang tersebut adalah akumulasi dari sejumlah sumber dana yang terkait dengan jabatan dan profesinya. Dia mengatakan, uang dalam bentuk rupiah senilai Rp 180-an juta tersebut, bersumber dari honor pekerjaannya selain menteri. “Karena saya sering diminta untuk memberikan pembinaan, acara pelatihan, dan lain-lain,” kata Lukman.
Uang tersebut, pun kata Lukman sebagian dari dana sisa dari operasional menteri. “Yang ketiga, (uang itu) dari sisa perjalanan dinas saya di dalam maupun di luar negeri,” kata Lukman. “Apakah karena (dinas di luar negeri) itu ada berbentuk uang asing?” kata Fahzal. “Betul, Yang Mulia,” jawab Lukman.
Selain itu, sebagian uang dolar juga dari pemberian Atase Kedutaan Besar (Kedubes) Kerajaan Arab Saudi yang tak terkait dengan jual beli jabatan. Pemberian itu sebagai bentuk sikap puas Kerajaan Arab Saudi atas penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Asia Pasifik yang pernah digelar di Indonesia.
“Yang bersangkutan (Atase Kedubes Arab Saudi) memberikan semacam hadiah kepada saya,” kata Lukman. Lukman pun mengaku saat pemberian tersebut, ia sempat menolak berkali-kali dan mengingatkan Kedubes Arab Saudi, tentang dirinya yang tak boleh menerima hadiah karena sebagai pejabat negara.
“Tetapi, yang bersangkutan (Kedubes Arab Saudi) terus memaksa. Lalu, kemudian karena saya mengatakan tidak bisa, yang bersangkutan mengatakan, ‘ya sudah, ini untuk khoriyah’,” kata Lukman. Khoriyah adalah uang yang diperuntukkan untuk kegiatan sosial dan kemasyarakatan. n bambang noroyono, ed: ilham tirta