REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menegaskan komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Ma'ruf untuk merespons tudingan bahwa Pemerintah tak mendukung pemberantasan korupsi, lantaran memberikan grasi (potongan hukuman) kepada narapidana kasus korupsi Annas Maamun.
Ma'ruf mengatakan, pemberian grasi oleh Presiden Joko Wiodo merupakan bagian proses peradilan yang sedang berjalan.
"Pemotongan itu saya kita itu proses hukum ya proses peradilan yang berjalan. Tidak ada kaitannya dengan bahwa kita tidak memiliki komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi," ujar Kiai Ma'ruf saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut dia, pemerintah tetap memiliki komitmen kuat untuk pemberantasan korupsi. Ia juga tidak ingin putusan Mahkamah Agung (MA) yang memberikan pengurangan hukuman terhadap terpidana korupsi, Idrus Marham dikaitkan dengan intervensi Pemerintah terhadap hukum.
"Itu proses hukum yang tidak mungkin kita intervensi proses hukum itu. Maka kalau ada upaya-upaya lain, ya tentu aturan-aturannya yang kita revisi," ujar Kiai Ma'ruf.
Sebelumnya, pegiat antikorupsi dan masyarakat sipil mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan grasi kepada terpidana korupsi, Annas Maamun.
Mereka menilai, pengurangan masa penjara terhadap mantan gubernur Riau itu, bukti baru dari pemerintahan saat ini yang tak punya komitmen dalam pemberantasan korupsi.
Tak berlangsung setelah grasi itu, kini giliran Mahkamah Agung (MA) yang memberikan pengurangan hukuman terhadap terpidana korupsi, Idrus Marham.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengaku kecewa dengan putusan tersebut yang menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara penegak hukum dalam memberikan dampak jera terhadap terpidana korupsi.