Kamis 05 Dec 2019 05:23 WIB

Menapaki Jejak Pangeran Sambernyawa

Pangeran Sambernyawa memiliki sejumlah petilasan, salah satunya di Wonogiri.

Rep: Joglosemar/ Red: Joglosemar
 Rumah tiban di Desa Bubakan Kecamatan Girimarto Wonogiri. Dok. Kodim 0728
Rumah tiban di Desa Bubakan Kecamatan Girimarto Wonogiri. Dok. Kodim 0728

WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM -- Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa memiliki banyak petilasan di wilayah Wonogiri. Salah satunya Rumah Tiban di Desa Bubakan Kecamatan Girimarto.

Rumah Tiban ini berada di kawasan nan sejuk. Lantaran termasuk di deretan lereng Gunung Lawu sisi selatan. Lokasinya di tengah perkampungan nan asri. Pun warga sekitarnya terkenal ramah dan murah senyum. Sehingga pengunjung yang datang dijamin bakal betah untuk berlama-lama.

Menurut referensi yang dikutip langsung dari laman Buku Pintar Kabupaten Wonogiri, serta berbagai sumber internet, Rabu (4/12/2019) Rumah Tiban Bubakan adalah sebuah rumah di Desa Bubakan Kecamatan Girimarto. Rumah ini merupakan petilasan Raden Mas Said ketika berjuang melawan keraton Yogyakarta yang telah bersekutu dengan kompeni Belanda.

Rumah Tiban Bubakan Girimarto berupa rumah sederhana dengan atap ijuk. Saat ini sudah direnovasi karena telah mengalami kerusakan akibat dimakan usia. Dari bentuk fisik masih menyisakan beberapa bagian rumah yang masih asli. Meliputi atap, konstruksi tiang utama dan batu tempat semedi Raden Mas Said.

Di tempat ini masih tersimpan beberapa pusaka peninggalan Raden Mas Said. Pusaka masih tetap dirawat dan dijamas bersamaan dengan event Jamasan Pusaka Mangkunegaran yang biasa digelar di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri.

Berdasarkan kisah yang terpajang di rumah tiban ini, tempat ini merupakan tempat persinggahan Raden Mas Said ketika  terjadi penyerangan ke keraton Yogyakarta bersama prajuritnya. Selama perjalanan dari Desa Bubakan lalu melewati desa Cendani, perjalanan Raden Mas Said seperti dituntun oleh kekuatan gaib.

Burung-burung dandang yang jumlahnya ratusan berdiri di tepian selokan yang ada di sepanjang jalan yang dilewati Pangeran Sambernyowo. Burung-burung tersebut berdiri tanpa suara di depan barisan Pangeran Sambernyowo, dan setiap kali pangeran dan pasukannya selesai melewati mereka, burung-burung itu akan terbang mendahului dan berdiri lagi di depan barisan. Begitu seterusnya sampai tiga kali.

Kehadiran burung-burung itu dianggap oleh Ki Kudanawarsa sebagai pertanda buruk. Beliau menyarankan kepada Pangeran Sambernyowo untuk membatalkan rencananya menyerang Jogja. Tapi bukannya menyerah justru Pangeran Sambernyowo malah memerintahkan untuk mempercepat penyerangan.

Tak ada yang mengira Pangeran Sambernyawa akan seberani itu menyerang Jogjakarta. Hal tak terduga inilah yang justru menguntungkan Pangeran Sambernyowo.

Serangan Raden Mas Said ini membuat pihak kompeni Belanda mengalami kerugian cukup banyak. Karena itulah kompeni Belanda kemudian mendesak Sultan Jogja untuk menangkap Raden Mas Said. Tapi Jogja lantas mendapat bala bantuan dan akhirnya Pangeran Sambernyawa menarik mundur pasukan dan berada di Ngadirejo.

Singkat cerita, Sunan selanjutnya membujuk Pangeran Sambernyawa untuk kembali ke Solo mengajak Raden Mas Said berunding dengan menjemputnya di Pesanggrahan Tunggon yang ada di dekat Bengawan tanggal 4 Jumadilakir 1682. Perundingan inilah yang kemudian melahirkan kerajaan Mangkunegaran.

Pangkalan di Desa Bubakan yang sudah dianggap berjasa memberangkatkan pasukan Pangeran Sambernyowo untuk menyerang Jogja selanjutnya ditandai oleh pihak Mangunegaran. Hingga saat ini Rumah Tiban Bubakan masih dijaga oleh Juru Kunci penderek Keluarga Mangkunegaran. Aria

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan joglosemarnews.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab joglosemarnews.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement