REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Sebelas pejabat menteri dan setingkatnya, masih belum menuntaskan kewajibannya untuk melaporkan harta kekayaannya sebagai penyelenggara negara (LHPKN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK mengingatkan kembali agar menteri dan pejabat setingkatnya, segera merampungkan LHKPN sesuai amanah UU 28/1999 tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menerangkan, 11 pejabat tersebut, enam di antaranya adalah menteri. Sedangkan lainnya, satu pemimpin kepala badan, dan empat nama wakil menteri. “KPK masih menunggu pelaporan kekayaan dari 11 pejabat ini,” terang dia kepada wartawan di Jakarta, pada Selasa (3/12). Ia menerangkan, masih ada waktu bagi para penyelenggara negara tersebut, melaporkan harta kekayaannya ke KPK.
Karena, kata Febri menengok aturan, pelaporan LHKPN seorang pejabat menteri dan setingkatnya, paling lambat dilakukan tiga bulan setelah pelantikan. Artinya, kata Febri setelah pelantikan kabinet yang baru pada 20 Oktober 2019, masih ada waktu bagi 11 nama tersebut, melakukan LHKPN sampai 20 Januari 2020. Febri menolak menyebutkan nama-nama menteri dan pejabat setingkat yang belum LHKPN tersebut, karena batas waktu pelaporannya masih ada.
Akan tetapi, khusus di jajaran menteri, Febri memberikan gambaran yang belum LHKPN, ialah para pembantu presiden dari kalangan profesional swasta. “Kami memahami pelaporan LHKPN ini, mungkin hal yang baru bagi yang bersangkutan (enam menteri swasta). Oleh karena itu, jika diperlu untuk dibantu, KPK akan melakukan pendampingan,” kata Febri. Selain itu, Febri menerangkan, tim internal di KPK juga sudah merampungkan pembahasan tentang posisi sejumlah jabatan baru di lingkaran presiden dan wakil presiden yang dikategorikan wajib LHKPN.
Febri menerangkan, selama jabatan baru tersebut masuk dalam setara dengan eselon satu, maka wajib untuk melakukan LHKPN. Itu kata dia, sesuai dengan Pasal 2 angka 7 UU 28/1999. Menurut Febri mereka yang masuk dalam kategori tersebut, yakni para staf khusu, staf ahli di lingkungan kepresidenan, dan wakil presiden.
“KPK juga masih menunggu pelaporan LHKPN dari para staf khusu, staf ahli kepresidenan dan wakil presiden ataupun kementerian yang setara eselon satu,” sambung Febri. KPK mengingatkan kewajiban LHKPN bagi penyelenggara negara ini, sebagai bukti komitmen bernegara untuk pencegahan praktik korupsi.