Senin 02 Dec 2019 20:56 WIB

LIPI Riset Revitalisasi Bekas Tambak Udang

Model revitalisasi tambak udang berpotensi terjadi peningkatan produksi budidaya.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Foto udara tambak udang. (Ilustrasi).
Foto: Antara/Aji Styawan
Foto udara tambak udang. (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan riset revitalisasi bekas tambak udang terbesar se-Asia Tenggara yaitu Dipasena di Tulang Bawang, Lampung. LIPI berencana memaparkan hasil penelitiannya, Selasa (3/12) di Jakarta.

“Alih-alih memperbaiki kondisi usaha perbaikan itu justru berujung pada pemutusan hubungan inti plasma, berbuntut sengketa hutang-piutang dan pemutusan aliran listrik di Dipasena pada awal tahun 2011,” kata Kepala Pusat

Baca Juga

Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Senin (2/12), mengatakan berhentinya pengoperasian Tambak Dipasena telah menguatkan petambak melalui asosiasinya,untuk berusaha secara

mandiri. Sejak tahun 2013, mereka pengembangkan program investasi bersama melalui pengumpulan dana rakyat sebesar Rp 1000 per kilogram hasil udang.

"Sejak itu sampai dengan tahun 2019, mereka telah berhasil mengakumulasikan modal bersama hingga Rp 26 miliar,” ujar Agus.

Agus mengatakan tambak udang Dipasena akan beroperasi optimal dan bangkit menjadi produsen udang terbesar seperti dirasakan saat tahun keemasan jika revitalisasi betul-betul dilakukan. “Tidak hanya petambak yang diuntungkan tetapi

seluruh bangsa ini,” ujar Agus.

Menurut Agus, dengan model revitalisasi tambak udang berpotensi terjadi peningkatan produksi budidaya. Kalkulasi skenario optimis SR 70 persen nilai produksi mencapai Rp 4, 5 triliun, kalkulasi pesimis SR 50 persen nilai produksi Rp 2,26 triliun per tahun.

Peneliti Utama LIPI, Dedi Adhuri menjelaskan beberapa strategi revitalisasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi lingkungan dan infastruktur tambak, peningkatan praktek budidaya, penggalangan dana usaha, pengaliran arus listrik untuk rumah tangga dan budidaya, perbaikan jalan poros Tulang Bawang-Rawajitu dan penyediaan air bersih untuk rumah tangga.

”Hasilnya berpengaruh pada peningkatan produksi budidaya,” ungkap Dedi.

Berdasarkan perhitungan potensi output strategi revitalisasi yang berhubungan dengan peningkatan produksi budidaya, khususnya pada perbaikan jalan poros Tulang Bawang-Rawajitu akan menurunkan biaya transportasi mencapai 4,96 persen di

mana biaya transportasi memiliki kontribusi 21,30 persen dari total biaya tambak.

“Secara umum terjadi efisiensi biaya jika menggunakan listrik dari PLN adalah sebesar 31,79 persen atau Rp. 3.944.201. Perbedaan tersebut relatif besar karena rumah

tangga tidak perlu menanggung biaya bahan bakar dan perawatan genset,” ujarnya.

Seperti diketahui, Dipasena dibangun dengan skema usaha Tambak Inti Rakyat (TIR). Dipasena terdiri dari 9.450 hektare area (Ha) hak guna usaha tambak yang dimiliki oleh perusahaan inti dan 6.800 Ha sertifikat hak milik tambak yang dimiliki oleh petambak plasma serta lahan pemukiman dan fasilitas perusahaan.

Pada masa keemasannya, tambak ini mampu memproduksi 200 ton udang per hari dan menyumbang devisa negara sebesar 3 juta dolar AS. Sayangnya, krisis ekonomi serta bangunan relasi plasma-inti yang sangat timpang telah menumbangkan produktifitas tambak pada ujung pemerintahan Orde Baru.

Upaya membangun kembali harus menghadapi krisis keuangan akut dan konflik sosial, meskipun pemerintah mengupayakan alternatif skema usaha lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement