Senin 02 Dec 2019 17:06 WIB

Wapres: Rumah Tangga Ketergantungan dengan Air Minum Kemasan

Rumah tangga gunakan air minum kemasan sebagai sumber utama 38,28 persen.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Wakil Presiden KH Ma
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden KH Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menyinggung besarnya ketergantungan masyarakat terhadap air minum dalam kemasan (AMDK). Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS, Maret 2019, rumah tangga yang menggunakan AMDK sebagai sumber air minum utama mencapai 38,28 persen.

Padahal, kata Ma'ruf, harga AMDK ini mencapai rata-rata Rp 2 juta per meter kubiknya. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan besaran tarif yang diterapkan oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) masih sangat rendah.

Ia menuturkan, sebagai contoh tarif air bersih yang diberlakukan oleh PDAM Jakarta dan Depok hanya Rp 7000 per meter kubik dan di Bogor hanya Rp 4.500 per meter kubik. Namun, penggunaan rumah tangga terhadap PDAM belum banyak.

"Dengan kondisi ini tidak mengherankan kalau 40 persen lebih PDAM mengalami kerugian karena tarif yang diberlakukan dibawah nilai full cost recovery (FCR)," ujar Ma'ruf saat membuka acara Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (2/12).

Ia melanjutkan, PDAM juga mempunyai kendala untuk melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat. Hal ini kafrna persoalan penentuan tarif berbagai proyek Sistem Penyediaan Air Minum atau SPAM yang dilayani oleh PDAM di berbagai daerah.

Ma'ruf mengungkap, tarif PDAM per meter kubik di berbagai daerah seringkali tidak ditentukan berdasarkan kriteria ekonomis, tetapi populis dan kadangkala politis. "Tanpa disadari hal ini membebani masyarakat yang harus membeli AMDK sebagai sumber air minum utama dengan harga yang sangat mahal," ujar Ma'ruf.

Akibatnya, Kiai Ma'ruf juga mengungkap, akses air minum yang layak di Indonesia melalui perpipaan baru mendekati 20 persen. Jumlah ini, kata Ma'ruf, harus ditingkatkan mengingat Indonesia merupakan anggota negara G20.

"Jadi kita harus berusaha keras agar akses terhadap air minum yang aman melalui perpipaan harus menjadi tujuan kita agar paling tidak sejajar dengan negara tetangga kita," ujar Ma'ruf. 

Ia juga menyingung persoalan status mutu air sungai di Indonesia yang tersebar di tiap-tiap provinsi, 58 persen kondisi air sungai di Indonesia masuk dalam kategori tercemar sedang dan berat.

Karena itu, Ma'ruf berharap melalui konferensi sanitasi dan air minum nasional, merumuskan penyediaan air minum dan akses sanitasi secara baik. "Bukan saja penyediaan sanitasi, air bersih, bahkan pengelolaan limbah sesudahnya itu juga sudah harus kita pikirkan. Sebab itu juga menjadi masalah yang dituntut dalam rangka melaksanakan SDGs sebagai anggota negara G-20," ujar Ma'ruf.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement