Senin 02 Dec 2019 06:50 WIB

Beda Nasib Pasar Gembrong dan Pasar Cipinang Besar

Pasar Gembrong berkembang pesat, Pasar Cipinang Besar sepi peminat.

Pasar Gembrong
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pedagang menunggu pembeli dikiosnya di Pasar Cipinang Besar, Jakarta, Jumat (5/1).

200 meter di selatan Pasar Gembrong, Wasis (50) susah-payah membunuh bosan di kiosnya yang menempati lantai dasar Pasar Cipinang Besar. Sepanjang hari itu, hanya ada satu orang datang berkunjung. Mereka menanyakan alat tulis yang dipesan lewat aplikasi daring.

“Kalau ramai di sini, cuma seperempat aja pendapatan di Gembrong," kata penghuni kios bernomor 155 itu diiringi senyum getir.

Suasana pasar berlantai tiga yang dikelola PD Pasar Jaya itu juga dikenal sebagai sentra mainan dan alat tulis sekolah, tapi jauh dari yang dibayangkan. Selain Wasis, hanya ada delapan pedagang lain yang bertahan membuka kios mereka di antara 285 kios yang tertutup rapat tak terurus.

Ketika pertama kalinya dibuka pada 2013 lewat instruksi presiden, bangunan yang berdiri di atas lahan eks kuburan itu diarahkan otoritas terkait menjadi alternatif sentra mainan selain Mal Bassura yang jaraknya berdekatan.

Rupanya para pedagang merasa betah berjualan di sisi jalan. Mereka yang kini mengontrak kios hanya memanfaatkan ruang sebagai gudang penyimpanan barang.

Mayoritas penghuni kios adalah pedagang gusuran yang dipindah dari RW01 Cipinang Besar Selatan imbas pembangunan Tol Bekasi, Cawang, Kampung Melayu (Becakayu) sejak 2018.

Tidak kurang dari 789 bidang tanah milik warga yang terdiri atas tiga wilayah RW terdampak pembebasan lahan proyek Tol Becakayu. "Untungnya saya masih dikasih waktu luang untuk ngurus surat tanah, jadi kompensasi harganya bisa buat sewa kios di sini," kata Danang (42) pedagang mainan.

Danang memiliki cerita tentang puncak keramaian pembeli saat Idul Fitri. "Saya pernah menjual 12 kardus mainan Hot Wheels yang habis terjual hanya dalam satu hari,” kenang Danang.

Selain perayaan hari besar Islam, pasar tersebut terus ditinggalkan pengunjungnya. Selain lokasi yang dianggap kurang strategis, kehadiran toko daring dengan modal besar di pusat kota yang juga menawarkan diskon harga, membuat para pedagang sulit bersaing. Satu per satu mereka meninggalkan pasar.

Danang bertahan karena dia dan keluarganya tak punya pilihan lain. Pasar Cipinang Besar menjadi satu-satunya tempat berdagang yang kini bisa diharapkan.

“Hidup saya ya di sini. Mau ke mana lagi?Ngontrak kios sekarang mahal di Jakarta," katanya.

Pengelola Pasar Cipinang Besar, Anna, mengatakan belum ada rencana pengembangan pasar di sini. Meski terlihat sepi, sebenarnya banyak kios di Pasar Cipinang Besar sudah disewa konsumen.

"Untuk syarat, mereka tetap bayar sewa seperti pedagang lain yang ada di sini," katanya.

Sistem pembayaran sewa dilakukan per enam bulan sekali seharga Rp5 juta sampai Rp7,5 juta, tergantung posisinya.

Wasis dan sejumlah temannya tinggal menghitung hari. Pemerintah sepertinya perlu lebih serius memperhatikan keberlangsungan usaha pedagang Pasar Cipinang Besar agar sentra mainan di Jakarta Timur yang telah berdiri lama ini tidak lantas lenyap di tengah ketatnya persaingan pasar global

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement