REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seniman-seniman di Taman Ismail Marzuki (TIM) terus menyampaikan ekspresi penolakan terkait dengan rencana komersialisasi kawasan itu oleh PT Jakarta Propertindo. Salah satu yang ditolak keras para seniman adalah rencana pembangunan hotel bintang lima.
"Kami menolak TIM dijadikan pusat bisnis," kata Budi salah seorang seniman teater di Jakarta, Sabtu (30/11).
Budi mengatakan, TIM seharusnya dibangun menjadi pusat seni, bukan sebagai tempat bisnis seperti adanya hotel bintang lima. Budi juga mengatakan para seniman menolak TIM menjadi milik Jakpro (Jakarta Propertindo). Menurutnya, TIM harusnya bukan milik siapa pun, tapi milik bersama.
"Kemarin sudah ada pertemuan dengan pihak Jakpro tapi kami masih sama, menolak dibangunnya hotel bintang lima dan menjadikan TIM sebagai tempat berbisnis," ucap Budi menambahkan.
Menurut Budi, daripada hotel bintang lima sebaiknya dibangun lebih banyak fasilitas untuk para seniman. Seperti ruang pameran yang layak.
Budi menegaskan bahwa para seniman tidak menolak adanya pembangunan TIM, asalkan TIM menjadi pusat seni yang memenuhi syarat. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Andri, seorang seniman yang juga ikut hadir dalam aksi aspirasi menolak pembangunan hotel ini.
"Saya rasa semua seniman disini dengan tujuan yang sama, keberatan dengan adanya pembangunan hotel," ujar Andri saat diwawancara di Cikini.
Dia mengatakan, hotel sudah banyak beridir di kawasan Cikini sehingga tidak perlu lagi adanya hotel di TIM. Sebaliknya, pembangunan harusnya lebih mengarah kepada perbaikan fasilitas-fasilitas tempat seni. Dan juga membuat laboratorium seni untuk para seniman.