Jumat 29 Nov 2019 15:32 WIB

Bawaslu Usul Larangan Koruptor dalam Revisi UU Pemilu

Bawaslu menilai warga menganggap korupsi sebagai kejahatan serius yang harus diatasi

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Komisioner Bawaslu RI, Rahmat Bagja dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif
Foto: republika/Dian Fath Risalah
Komisioner Bawaslu RI, Rahmat Bagja dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan larangan mantan terpidana kasus korupsi masuk poin revisi Undang-Undang (UU) tentang pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada). Komisi II DPR RI diketahui sepakat untuk merevisi kedua UU tersebut.

Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, usulan itu telah disampaikan dalam daftar isian masalah (DIM) dari pihak Bawaslu ke Komisi II DPR beberapa waktu lalu. Adapun secara garis besar, ada sejumlah poin usulan revisi dalam DIM tersebut.

"Meliputi pengawasan, penindakan, penyelesaian sengketa, sanksi pidana, sentra gakkumdu. Kemudian juga persoalan mantan narapidana korupsi," ujar Bagja kepada wartawan di kawasan Jakarta Barat, Jumat (29/11).

Ia mengaku setuju dengan wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melarang mantan koruptor maju pilkada 2020 mendatang. Akan tetapi, larangan itu seharusnya diatur dalam Undang-Undang.

"(Untuk) mantan narapidana kasus korupsi ini kami setuju ya larangannya. Tapi diatur dalam Undang-Undang ya. Kalau ada di Undang-Undang silakan (dilarang)," lanjut dia.

Bagja menuturkan, salah satu alasan yang mendasari usulan ini karena tingkat kejahatan korupsi masih tinggi hingga sekarang. Bawaslu menilai masyarakat menganggap korupsi sebagai kejahatan serius yang harus diatasi.

Bagja juga menjelaskan, Bawaslu mengusulkan larangan mantan terpidana kasus korupsi mengitu pilkada dan pemilihan legislatif (pileg). Sebab, untuk pemilihan presiden sudah jelas larangan tersebut diatur dalam Undang-Undang.

"Kalau untuk jadi Presiden kan jelas dilarang ya. Seharusnya (usulan Bawaslu) masuk. Harapan kami bisa masuk dalam Undang-Undang hasil revisi (nantinya)," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement