Kamis 28 Nov 2019 15:21 WIB

Perludem Nilai Demokrasi Mundur Jika Presiden Dipilih MPR

Pemilihan presiden oleh MPR bisa memunculkan kekisruhan politik.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni saat menjadi pembicara dalam diskusi Akhir Tahun 2016 bertajuk Catatan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Serentak 2017 dan Persiapan Menuju Pemilihan Serentak Nasional 2019.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni saat menjadi pembicara dalam diskusi Akhir Tahun 2016 bertajuk Catatan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Serentak 2017 dan Persiapan Menuju Pemilihan Serentak Nasional 2019.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mengusulkan agar Presiden kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), karena dinilai lebih banyak manfaatnya. Jika hal tersebut terealisasi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai itu sebagai langkah mundur demokrasi di Indonesia.

"Kenapa kita harus kembali mundur, ingin masuk ke masa lalu? Justru ke depan berbagai instrumen demokrasi seperti parpol dan produk pemilu lah yang harus berbenah," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Kamis (28/11).

Baca Juga

Titi menjelaskan, pemilihan presiden oleh MPR dapat menyebabkan kekisruhan dalam iklim politik di Indonesia. Sebab, kepentingan elite politik belum tentu sejalan dengan keinginan masyarakat.

"Pilpres secara langsung bahkan jauh lebih stabil dibanding gonjang-ganjing saat presiden dan wapres dipilih MPR pada kurun 1999-2004," ujar Titi.

Selain itu, usulan tersebut dapat berpotensi membawa Indonesia kembali seperti zaman Orde Baru. Di mana pemilihan pemimpin hanya melibatkan sejumlah elite, tanpa mengikutsertakan masyarakat.

"Maka isu pilpres oleh MPR ini adalah ibarat kotak pandora kita untuk kembali pada era kegelapan orde baru," ujar Titi.

Menurutnya, biaya politik yang tinggi bukanlah alasan untuk kembali memilih presiden dari MPR. Sebab, hal tersebut dinilainya sebagai bentuk invenstasi pendidikan politik dan demokrasi untuk masyarakat.

"Bila masyarakat merasa jadi bagian dalam proses bernegara dan hak-haknya dijamin dengan baik untuk bersuara, maka konflik atau benturan antara rakyat dan pemerintah pun bisa dicegah," ujar Titi.

Maka dari itu, Perludem dengan tegas menolak pemilihan presidem oleh MPR. Pasalnya, demokrasi Indonesia saat ini dinilai Titi sudah berjalan cukup baik dan hanya perlu diperbaiki di beberapa bagian saja.

"Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, secara perlahan demokrasi Indonesia menjadi rujukan bagi negara-negara lain. Mestinya elite menahan diri untuk tidak melakukan tindakan yang membawa Indonesia mengalami kemunduran dalam berdemokrasi," ujar Titi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement