REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, menilai, SKB penanganan radikalisme berpotensi memberangus suara kritis aparat sipil negara (ASN) dan membuat pegawai jadi objek persekusi. Untuk itu, ia menyarankan agar SKB itu digugat ke Mahkamah Agung (MA).
Trubus menjelaskan, Surat Keputusan Bersama 11 menteri dan pimpinan lembaga itu cenderung dipaksakan. Meski tujuannya untuk mewujudkan mencegah radikalisme dan ujaran kebencian, namun aturan itu justru berpotensi menimbulkan masalah lain yang tak kalah pelik.
Sebab, kata dia, SKB itu berpotensi untuk membungkam kritik dari ASN terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tak sejalan.
"SKB itu berpotensi digunakan rezim untuk membunuh lawan politik. Bisa jadi seperti peristiwa 1965, di mana setiap orang diskrining," kata Trubus kepada Republika.co.id, Rabu (27/11).
SKB 11 menteri dan pimpinan lembaga itu ditandatangani pada Selasa (12/11) lalu. Terdapat 11 poin yang larangan bagi Aparatur Sipil Negara dalam aturan tersebut. Salah satunya melarang ASN menyampaikan ujaran kenbencian di sosial media terkait Pancasila, NKRI, Bineka Tunggal Ika dan pemerintah. Publik bisa melaporkan ASN yang melanggar ke laman aduanasn.id.
Sedangkan untuk portal aduan, Trubus melihat berpotensi digunakan untuk pembunuhan karakter. Sebab, pengaduan bisa dilakukan oleh akun anonim atau orang tak dikenal.
Selain itu, ujar Trubus, portal adauan itu juga bisa memicu terjadinya ujaran kebencian baru, bahkan bisa menjurus ke persekusi. Misal, ketika ASN yang diadukan bisa dilihat publik, lalu publik akan ramai-ramai menyampaikan ujaran kebencian di akun sosial medianya. Jika bertemu langsung, bukan tidak mungkin akan terjadi persekusi.
Trubus menyebut serangan ujaran kebencian dan persekusi itu bisa terjadi lantaran saat ini, kata dia, sudah ada 77 orang ASN terlapor. "Semuanya bisa dilihat di situsnya," kata dia. Meski demikian, ketika Republika coba membuka situs aduanasn.id, daftar nama terlpor tak bisa ditemukan.
Dengan sejumlah alasan itu, Trubus menyarankan ASN untuk mengajukan gugatan ke MA. "Itu jalur yuridis yang bisa ditempuh," ucapnya.
Sedangkan dari perspektif kebijakan publik, ia menyarankan agar pihak yang dirugikan terus menyuarakan persoalan ini. Sehingga pemerintah mau mengevaluasi SKB tersebut.