REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukriyanto, mempertanyakan urgensi penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri dan lembaga, menyangkut radikalisme aparat sipil negara (ASN). Sebab, penerbitan SKB 11 menteri itu memunculkan anggapan bahwa ASN adalah elemen yang sangat gampang disusupi.
"Bisa juga ASN saat ini dianggap sudah pada posisi mengkawatirkan terkait dengan intolerasi dan anti-ideologi Pancasila. Sehingga perlu dicegah dan diatasi dengan keputusan penting," ujar Didik saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (27/11).
Idealnya, Didik mengatakan, sebuah keputusan bersama dibuat dilatarbelakangi oleh kondisi atau kebutuhan yang tidak bisa ditangani sendiri dengan upaya reguler. Bisa juga karena ada kondisi tidak normal yang tidak bisa ditangani secara biasa-biasa saja.
Artinya, kata Didik, ada persoalan yang sangat serius dan membayakan kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. "Kalau benar adanya, maka kita semua harus aware dan hati-hati dengan perilaku ASN yang seharusnya menjadi tuntunan bagi lingkungannya," jelas Didik.
Karena itu, Didik mengatakan, tidak mungkin SKB 11 menteri ini dibuat tanpa ada kondisi yang urgen. "Mungkinkah memang sudah sedemikian bahaya ASN terjangkiti intoleransi dan anti ideologi Pancasila? Apakah ancaman intoleransi dan anti-ideologi Pancasila nyata adanya dan tidak bisa ditangani sendiri oleh kementerian dan lembaga secara mandiri?" tanya Didik dengan heran.
Karena itu, Didik berpendapat, sebaiknya ke-11 Kementerian dan lembaga tersebut bisa mengelaborasi dan menjelaskan secara terang dan gamblang mengenai latar belakang terbitnya keputusan ini. Juga diterangkan bahayanya jika tidak diterbitkan keputusan bersama atau SKB 11 Menteri ini.
"Agar persepsi publik tidak ambyar kepada spekulasi yang berbeda-beda dan menimbulkan pertanyaan. Bahkan ketakutan terhadap ASN secara umum," terang Didik.