Rabu 27 Nov 2019 00:02 WIB

Pengusaha Ternak untuk Aqiqah Disarankan Membentuk Koperasi

Aspaqin jika ingin membentuk koperasi sangat mendapat dukungan.

Kambing, hewan yang identik sebagai hewan aqiqah (ilustrasi)
Foto: Republika/Umi Soliha
Kambing, hewan yang identik sebagai hewan aqiqah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Rully Indrawan mendukung dan menyarankan para pelaku usaha ternak untuk aqiqah yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Aqiqah Indonesia (Aspaqin) untuk membentuk koperasi. “Itu pilihan tepat dan patut diapresiasi. Karena, saat ini, margin koperasi masih lebih baik ketimbang bisnis lainnya,” kata Rully saat memberikan sambutan diacara Silaturahmi Nasional (Silatnas) Aspaqin di Bandung, Selasa (26/11).

Di acara yang dihadiri Asisten Deputi Standarisasi dan Sertifikasi Kemenkop dan UKM Sitti Darmawasita, Presiden Aspaqin Hasan Al Banna, dan Dewan Pendiri Aspaqin Doddy Domba Lubis, Rully menjelaskan, secara kultural bisnis untuk memenuhi kebutuhan Muslim saat ini berkembang luar biasa. Itu menjadi bukti penduduk Indonesia, yang sebagian besar Muslim ikut andil dalam menumbuhkembangkan ekonomi halal dan bisnis halal bangsa Indonesia.

Baca Juga

"Dunia sangat mengapresiasi perkembangan itu, termasuk juga bisnis yang dikembangkan Aspaqin," kata Rully.

Persoalannya, kata Rully, ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini dihadapkan pada dua persoalan. Pertama adalah, pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kedua, bagaimana neraca perdagangan Indonesia menjadi positif.

“Saat ini, kita negatif. Karena, impor kita lebih besar dari ekspor. Banyak sekali dari komponen-komponen kita, yang masih harus impor. Dan itu sulit sekali kita hindari," ungkap Rully.

Untuk itu, lanjut Rully, bila Aspaqin ingin membentuk koperasi, sangat didukung. Sebab, keinginan tersebut termasuk langkah yang luar biasa, mengingat bisnis anggota Aspaqin adalah bisnis yang produksinya tidak mengandalkan komponen impor.

"Domba bisa diternakkan dan dikembangkan di Indonesia. Muatan impornya tidak ada, sama dengan ikan. Ini adalah langkah yang luar biasa, bandingkan dengan sapi dan ayam yang pakannya saja sangat tergantung dari impor," ungkap Rully.

Selain itu, pilihan untuk berkoperasi merupakan keputusan yang tepat, karena dunia saat ini bergerak ke arah ekonomi kolaboratif. Perusahaan-perusahaan sebesar apapun, saat ini rasanya tidak mungkin bermain sendiri. Semua berkolaborasi dan bersinergi.

"Diksi-diksi yang sudah kita sering dengar belakangan ini, saat kita berkelompok, sebenarnya bisa mendapatkan nilai tambah dari sebuah praktik produksi kita," kata Rully.

Bagi Rully, pebisnis yang berkecimpung dalam segmen syariah, kolaborasi juga ada nilai tambahnya. Selain mendapatkan keuntungan ekonomi juga mendapatkan pahala silaturahmi.

"Kalau bicara koperasi kesan yang muncul pasti kecil, kumal, dan kucel. Padahal tidak. Justru margin koperasi lebih tinggi dari usaha murni. Dasarnya, jumlah koperasi di Indonesia 126 ribu koperasi, 500 di antaranya adalah koperasi besar yang nilai asetnya di atas Rp 20 miliar,” kata Rully.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement