REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menanggapi memanasnya situasi internal Partai Golkar jelang musyawarah nasional (munas). Ia berharap di munas nanti lebih mengedepankan musyawarah mufakat terlebih dahulu.
"Kita coba dulu, kita lakukan dulu seperti itu (musyawarah mufakat)," kata Agung kepada Republika, Selasa (26/11).
Menurutnya penyelenggaran munas melalui jalur musyawarah mufakat tidak melanggar anggaran dasar anggaran rumah tangga (AD/ART), dan tidak bertentangan dengan demokrasi Pancasila. Jika dalam musyawarah tidak juga mampu mencapai kesepakatan baru digelar pemungutan suara.
"Jadi jangan dibalik begitu dibuka sesi langsung pemungutan suara. Musyawarah dulu, sehingga tidak ada luka-luka belakangan," ucapnya.
Sebelumnya kubu pendukung Bamsoet menilai ada intrik politik jelang Munas 3-6 Desember 2019 mendatang. Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Viktus Murin memandang ada upaya memanipulasi makna musyawarah mufakat sebagai aklamasi dan atau calon tunggal.
"Hal ini jelas dalam seknario pemandangan umum DPD I, organisasi sayap, dan hasta karya pada forum Rapimnas Partai Golkar yang telah berlangsung di jakarta 14 November 2019. Indikasi rekayasa dukungan DPD I kepada saudara Airlangga Hartarto pun terbukti setelah Rapimnas usai, yakni munculnya reaksi penolakan dari DPD-DPD II (kabupaten/kota) terhadap klaim dukungan ketua DPD I (provinsi) dalam forum rapimnas," kata jubir Bamsoet tersebut.
Viktus mengimbau agar Airlangga mau menjaga suasana kondusif menjelang pelaksanaan munas dengan menghentikan penggiringan opini mengenai musyawarah mufakat yang dianggap identik dengan aklamasi atau calon tunggal.
"Untuk mencegah perpecahan yang akut di tubuh Partai Golkar," tuturnya.