Senin 25 Nov 2019 06:22 WIB

Bahaya Laten Nomer Piro, Wani Piro

Politik uang jadi salah satu pelanggaran paling sering terjadi di setiap pemilihan.

Ilustrasi Politik Uang
Foto: Foto : MgRol_94
Ilustrasi Politik Uang

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap pemilihan pemimpin di Indonesia, agaknya sudah mulai jamak muncul istilah 'wani piro' (berani berapa). Ini adalah kata sakti dalam jual beli suara. Praktik ini kerap menjadi salah satu yang paling banyak terjadi.

Meskipun praktik-praktik money politics ini menjadi lebih sulit dibuktikan. Sebab, baik pemberi maupun penerima dapat dijerat hukum pidana jika terbukti dengan jelas melakukan praktik-praktik tersebut.

Baca Juga

Meskipun menjadi rahasia umum, praktik ini bisa terjadi di tataran tingkat pemilihan terendah sejak pemilihan kepala desa (pilkades), hingga pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres). Ketua Bawaslu Kabupaten Indramayu Nurhadi mengakui praktik politik uang menjadi salah satu pelanggaran paling sering terjadi pada setiap pemilihan.

Meskipun masih ada juga bentuk pelanggaran lain dari penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia, seperti netralitas aparatur sipil negara (ASN), maupun penggunaan tempat ibadah sebagai ajang kampanye. Khusus untuk politik uang, istilah "nomer piro, wanipiro" menjadi ancaman paling serius.

Nomer piro, wani piro (nomor berapa, berani berapa), merupakan bahaya laten di masyarakat. Saat bahaya laten itu tetap terjadi, maka kualitas demokrasi kita tidak akan membaik,’’ tutur Nurhadi pekan lalu kepada Republika.

Namun, Nurhadi mengakui, pihaknya memiliki keterbatasan dalam mengawasi maupun mencegah berbagai pelanggaran dalam pemilu. Karena itu, dibutuhkan peran serta aktif dari masyarakat untuk melakukan hal tersebut. “Tugas pengawasan bukan hanya di Bawaslu, tapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat,” kata Nurhadi.

Untuk itu, sebagai upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengawasi pemilu, Bawaslu menggelar Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif. Para peserta sebelumnya telah melalui proses pendaftaran maupun seleksi. Mereka berasal dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa. Seperti namanya, dalam sekolah kilat itu juga ada kepala sekolah maupun wakil kepala sekolah, yang semuanya dijabat oleh komisioner Bawaslu Indramayu.

Komisioner Bawaslu Indramayu yang berperan sebagai kepala sekolah dalam Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif, Supriyadi, menjelaskan, para siswa akan menerima berbagai materi tentang pembangunan karakter, pengawasan pemilu di Indonesia, serta sistem politik, pemerintah, dan pemilu di Indonesia.

Selain itu, materi yang disampaikan kepada para siswa juga berupa analisis sosial, termasuk identifikasi masalah sosial dan ruang lingkup sosial. Seluruh materi tersebut akan disampaikan oleh para narasumber dari berbagai disiplin ilmu yang terkait.

“Pola pembelajarannya kita lakukan di dalam kelas maupun di luar kelas,” tutur Nurhadi. Ia berharap, ilmu yang diterima para siswa itu akan ditularkan kepada masyarakat di lingkungan masing-masing. Dengan demikian, pengawasan pemilu maupun pencegahan terjadinya pelanggaran dalam pemilu bisa lebih meningkat.

“Sekolah ini diharapkan bisa mencetak volunter yang membantu kita dalam pengawasan pemilu, termasuk meminimalisasi bahaya laten nomer piro, wani piro,” kata Nurhadi.

Komisioner Bawaslu Jawa Barat Yulianto menyatakan, Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif Tahun 2019 dilaksanakan secara serentak di delapan daerah di Jabar, yang akan menghadapi pilkada serentak dalam waktu dekat. Selain Kabupaten Indramayu, kegiatan itu juga diadakan di Kota Depok, Kabupaten Karawang, Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Cianjur. "Kegiatan ini sebagai ikhtiar kami untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu,’’ tutur Yulianto.

Yulianto berharap, para peserta bisa sungguh-sungguh dalam menjalani sekolah singkat itu. Mereka juga diharapkan bisa menularkan ilmunya dan mengaplikasikannya. "Kegiatan (di Indramayu) ini menghabiskan anggaran hingga Rp 320 juta. Sayang kalau anggaran sebesar itu tidak menghasilkan hasil yang berkualitas,’’ ujar Yulianto. N lilis sri handayani, ed: agus raharjo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement