REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi stunting atau kekurangan gizi kronis yang menyebabkan tubuh seorang anak kerdil, merupakan salah satu malnutrisi yang menjadi fokus pemerintah untuk segera diatasi. Salah satu faktor yang sedang berusaha ditangani untuk pencegahan gizi kronis adalah dengan memastikan gizi ibu terpenuhi
Banyaknya pekerja perempuan usia produktif yang bekerja juga menjadi salah satu target penanganan stunting oleh pemerintah. Apalagi jumlah pekerja perempuan di Indonesia mencapai sekitar 20 juta orang dari 26 juta perusahaan. Dari jumlah tersebut, 3.041 perusahaan memiliki pekerja perempuan lebih dari 100 orang.
Melalui Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), Kementerian Kesehatan mengajak semua pemangku kepentingan, termasuk perusahaan untuk memastikan kesehatan ibu terpenuhi. Beberapa programnya antara lain perbaikan status gizi pekerja perempuan dan mendorong ASI eksklusif hingga dua tahun.
Sejak pencanangannya pada tahun 1996, implementasi program ini sudah dilaksanakan di lebih dari 22 provinsi. Namun menurut Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Kesehatan Widyawati, peningkatan jumlah perusahaan yang terlibat baru terlihat dalam lima tahun belakangan ini.
Pada 2015 terdapat 124 perusahaan yang menjalankan program ini yang kemudian semakin bertambah setiap tahunnya. "Tercatat baru 549 perusahaan yang sudah melaksanakan Program GP2SP di seluruh Indonesia," ujar Widyawati.
Hal ini sejak adanya komitmen dari empat kementerian (Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Dalam Negeri), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Dalam hal ini APINDO dan SPSI memotivasi dan mendorong dunia usaha untuk melaksanakan program GP2SP.
Kemudian pada 2017 disusun pedoman bersama dan dirilis surat mendagri pada gubernur untuk menggunakan Pedoman GP2SP di wilayah masing-masing. Tapi tampaknya kolaborasi dari berbagai pihak ini masih belum berjalan optimal.
Hal ini terlihat dari upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jabar saat ini tengah fokus dalam pencegahan stunting karena dari sebanyak 27 kabupaten/kota, 14 kabupaten tercatat memiliki prevalensi stunting tertinggi di provinsi tersebut. Staf Khusus Gubernur Jawa Barat Bidang Kesehatan dr Siska Gerfianti mengakui bahwa partisipasi perusahaan dalam pencegahan stunting dengan menjamin aspek kesehatan para buruh wanita masih kecil.
Dalam roadmap pencegahan stunting di Jabar, kata Siska, salah satu program yang dilakukan yakni penyediaan tablet zat besi (FE) kepada kalangan remaja hingga perempuan usia produktif. Namun, program ini sulit mencapai sasaran para buruh wanita, karena masih banyak pihak pabrik yang sulit membuka diri untuk menerima program pemerintah dengan berbagai alasan.
"Wanita-wanita yang kerja di pabrik ini termasuk salah satu yang underserved (tidak terlayani). Karena memang fasilitas milik pemerintah terkadang agak susah masuk pabrik, misalnya untuk memberikan tablet FE," ungkap Siska.
Untuk itu, pihaknya kini akan memaksimalkan program M-Pus (Mobile Puskesmas) yang akan melayani wilayah terpencil dan juga kalangan underserved (tidak terlayani) seperti pekerja pabrik. Pada tahap pertama yang dilaksanakan pada November ini, program ini akan terjun langsung intervensi balita stunting di 140 desa dengan memperbaiki pola makan, pola asuh dan sanitasi. Pemberian tablet FE kepada remaja juga sudah dilakukan.
Sedangkan program GP2SP di Jabar akan lebih dimaksimalkan lagi tahun depan. Saat ini Jabar sudah mulai bekerja sama dengan beberapa sektor bisnis di beberapa kabupaten di Kab. Bandung, Kab. Bogor, Kab. Bekasi dan Kab. Karawang.
"Nanti tahun depan kita maksimalkan kolaborasi dengan sektor bisnis, bagaimana membina ibu yang bekerja apalagi sedang hamil dan menyusui ASI eksklusif 6 bulan," kata Siska.