Jumat 22 Nov 2019 23:57 WIB

Wacana Trotoar Multifungsi akan Timbulkan Masalah Baru

Trotoar multifungsi berpotensi semrawut seperti pengalaman sebelumnya di Tanah Abang

Rep: Umi Soliha/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pejalan kaki melintas di dekat kabel yang terjuntai semrawut di trotoar di Jalan Kemang Raya, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Pejalan kaki melintas di dekat kabel yang terjuntai semrawut di trotoar di Jalan Kemang Raya, Jakarta, Selasa (22/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah, dan Perdagangan (KUMKP) DKI Jakarta tengah mengaji konsep trotoar multi fungsi yang memperbolehkan Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di trotoar. Menilai hal tersebut, Pengamat Tata Kota Nirwono Joga mengatakan, konsep tersebut tidak bisa diterapkan karena akan berdampak negatif.

"Selama UU 38/2004 tentang Jalan dan UU 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan masih berlaku, Pemrov DKI dan seluruh Pemda di seluruh Indonesia wajib mematuhi aturan tersebut yang melarang PKL berjualan di trotoar,"ungkapnya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (22/11).

Baca Juga

Menurutnya, peraturan itu harus dipatuhi tanpa terkecuali. Meskipun, ia menambahkan, konsep trotoar multi fungsi merujuk pada Permen PUPR 3/2014 tentang Pedoman  Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.

"Permen PUPR tersebut kan lebih rendah dari UU, oleh karena itu Permennya harus direvisi,"ujarnya.

Rencana penerapan di beberapa titik tertentu pun dinilai tidak efektif dan diskriminatif. Hal ini, kata dia, hanya akan membuka celah pelanggaran yang akan dilakukan oleh PKL lain.

"Jakarta etalase kota Indonesia, jika penerapan ini benar - benar dilakukan akan berpotensi dicontoh oleh kota - kota lain di Indonesia. Bisa dibayangkan betapa semrawutnya trotoar yang sudah susah payah dan mahal dibangun pada akhirnya diokupasi PKL dan pejalan kaki tidak dapat berjalan aman dan nyaman di trotoar yang sejatinya dibangun untuk berjalan kaki," Jelas Nirwono.

Dia menilai PKL di Indonesia sulit untuk mematuhi peraturan. Penerapan dengan syarat tidak mengganggu ruang minimal untuk berjalan kaki terbukti tidak efektif di lapangan.

"Kasus Tanah Abang, bisa dilihat juga di Jatinegara, Pasar Senen, dan banyak tempat di Jakarta,"kata dia.

Ia menyarankan daripada menerapkan wacana yang akan mengundang masalah baru, sebaiknya Pemprov DKI dan jajarannya mendata secara akurat jumlah dan jenis yang telah disepakati. "Distribusikan PKL ke pasar rakyat terdekat, pusat perbelanjaan terdekat karena mereka wajib menyediakan 10 persen lahan untuk menampung PKL seperti di Gandaria City,  Kantin gedung perkantoran atau diikutkan dalam berbagai kegiatan festival kesenian seperti dulu ada festival PKL night,"ungkapnya.

Senada dengan Nirwono, Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus mengatakan, perlu adanya kajian ulang terhadap wacana yang berbenturan dengan peraturan yang ada tersebut. Melarang PKL untuk berjualan di trotoar bukan berarti pihaknya menghancurkan mata pencarian para pedagang.

"Kta cuma minta Gubernur menempatkan rekan - rekan PKL di tempat yang tidak berpotensi menganggu orang lain. Kalau misalnya wacana tersebut sudah tidak berbenturan, maka oke kita uji bersama. Hukum itu hitam dan putih bukan abu -abu ,jadi harus jelas,"ungkapnya.

Sebagai informasi, Kepala Dinas KUMKP Adi Ariantara mengatakan, penerapan konsep trotoar multi fungsi untuk penuhi kebutuhan warga. Selain itu, bertujuan untuk menarik minat pejalan kaki yang jumlahnya masih sedikit di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement