Kamis 21 Nov 2019 16:38 WIB

Penyelesaian Kasus First Travel Bisa Jadi Preseden

Putusan penyitaan aset First Travel dinilai tidak tepat.

Warga melintas di depan Kantor First Travel Building atas nama Andika di jalan Radar Auri, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019).
Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warga melintas di depan Kantor First Travel Building atas nama Andika di jalan Radar Auri, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan penyelesaian kasus umrah First Travel akan menjadi contoh bagi kasus-kasus serupa di masa yang akan datang. Karena itu kasus First Travel harus diutus dengan mempertimbangkan keadilan bagi korban.

"Bagaimana rasa keadilan bagi korban? Sudah uangnya diambil, pelaku diputus bersalah tetapi asetnya diambil negara dan korban tidak mendapatkan apa-apa," kata Sularsi dalam Diskusi Dialektika Demokrasi bertema "Ideal Aset First Travel Disita Negara?" yang diadakan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11).

Baca Juga

Sularsi mengatakan putusan Mahkamah Agung bahwa aset First Travel disita negara bukan sebuah putusan yang tepat. Pasalnya, dalam kasus tersebut tidak ada kerugian negara yang terjadi.

Aset First Travel sejatinya adalah milik korban yang sudah membayar untuk umrah, tetapi tidak diberangkatkan oleh biro tersebut tanpa ada kepastian.

"Yang diinginkan para korban adalah mereka tetap bisa berangkat umrah. Itu yang tidak dipikirkan dalam putusan terhadap kasus First Travel," tuturnya.

Sularsi mengatakan kasus Fisrt Travel telah diselesaikan secara pidana. Namun, ada hal yang masuk ke dalam ranah perdata yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.

Sularsi mengatakan jauh sebelum kasus First Travel mengemuka, YLKI sudah beberapa kali mengingatkan pemerintah melalui Kementerian Agama bahwa praktik-praktik yang dilakukan biro umrah bisa menjadi bom waktu. "Masyarakat panjang waktu menunggu untuk bisa berhaji sehingga umrah menjadi pilihan. Peluang pasar umrah luar biasa, tetapi pengawasan pemerintah terhadap biro umrah sangat minim," katanya.

Menurut Sularsi, negara sebagai fasilitator harus mengupayakan kasus-kasus serupa First Travel tidak kembali terulang.

Namun, Sularsi menengarai praktik-praktik yang dilakukan First Travel masih dilakukan oleh biro-biro umrah lainnya. "Bagaimana keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dalam penyelenggaraan umrah?" tanyanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement