REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya mencatat tingkat perceraian di "kota santri" itu cukup tinggi. Berdasarkan data yang diterima Republika, pada 2018 terdapat 2.113 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya. Sebanyak 1.905 merupakan perkara perceraian, 481 perkara cerai talak dan 1.424 cerai gugat.
Panitera Muda Hukum, Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya, Yayah Yulianti mengakui, angka perceraian di wilayahnya memang cukup tinggi. Dalam satu tahun, rata-rata Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya menangangi 2.000 perkara cerai. Bahkan, pada Oktober 2019 terdapat 61 perkara cerai talak dan 167 cerai gugat yang masuk.
"Per bulan bisa mencapai 180 perkara cerai. Misalnya bulan Obtober ada 283 perkara yang masuk, 228 merupakan perkara perceraian," kata dia saat ditemui Republika, Kamis (21/11).
Ia menambahkan, tren perceraian di wilayah itu meningkat setiap tahunnya. Namun, peningkatan itu hanya berkisar 100-200 perkara per tahun. Meski begitu, ia meyakini banyak juga perceraian liar.
Menurut Yayah, banyak faktor yang menyebabkan tingginya perkara cerai yang ditangani Pengadilan Agama. Namun, mayoritas penyebabnya adalah masalah pertengkaran yang terus menerus antara pasangan suami istri.
Pertengkaran itu, lanjut dia, biasanya diawali oleh faktor ekonomi, kehadiran orang ketiga atau perselingkuhan, tegang tempat, hingga anak bawaan yang tidak cocok. "Masalah ekonomi menempati urutan kedua, disusul dengan suami/istri meninggalkan salah satu pihak," kata dia.
Yayah menyebutkan, pasangan yang bercerai rata-rata masih berusia produktif, berkisar antara 20-40 tahun. Sementara yang berusia di atas 40 cenderung sedikir kasusnya.