REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil ketua DPR Fahri Hamzah menanggapi wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) ke daerah. Ia menilai perlu ada desain besar terkait sistem pemerintahan daerah.
"Misalnya kalau fungsi belanja dan kewenangan itu serta pelayanan publik itu ada di tingkat kabupaten, maka sebaiknya yang dipilih langsung adalah kabupaten karena dia mengelola dana besar, maka provinsi itu tugasnya hanya administrasi, penyaluran dana dan kewenangan," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
Namun, jika tugas kepala daerah hanya bersifat administratif, maka hanya perlu dipilih atau dicalonkan oleh presiden dan dipilih oleh DPRD. Sebab kewenangannya yang hanya administratif bukanlah kewenangan politik, maka dipilihnya pun bukan dipilih secara politik.
"Sama seperti camat nanti yang dipilih oleh bupati, tidak dipilih oleh rakyat. Karena itu sebenarnya dalam teori Ini camat dan gubernur itu tidak punya rakyat, yang punya rakyat itu mereka yang dipilih secara politik oleh rakyat, yaitu kepala desa, kabupaten, kota, itu saja, dan presiden yang dipilih rakyat," ujarnya.
Selain itu, ia juga menanggapi terkait mahalnya biaya politik pilkada langsung.
Ia berpandangan terkait pembiayaan biaya kampanye juga perlu diatur.
"Kalau dibiayai oleh negara bikin dia hemat, maksudnya bikin hemat itu begini, orang itu diatur kampanyenya hanya melalui misalnya ruang tertutup, TV, advertisement yang disiapkan anggaranya oleh pemerintah," ujarnya.
Menurutnya jika kampanye dibiayai oleh negara, maka calon kepala daerah hanya perlu datang membawa pikiran, perasaan, dan kompetensi di depan rakyat, serta memakai media yang disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian kandidat tersebut tidak merasa kehilangan uang pribadi.
"Selesai pemilu Anda nggak punya utang, ini masalahnya kan politikus sekarang kan habis pemilu punya utang semua, jual rumah, jual tanah, nanti kalau dia tidak terpilih dia stres, ada yang jadi orang gila," ujarnya.