Selasa 19 Nov 2019 15:44 WIB

Ombudsman Nilai Ada Diskriminasi pada Persyaratan CPNS

Ombudsman menerima 40 pengaduan soal CPNS.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah CPNS mengikuti Presidential Lecture 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Sejumlah CPNS mengikuti Presidential Lecture 2019 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ombudsman RI menerima  40 pengaduan masyarakat terkait penyelenggaraan CPNS 2019 hingga saat ini. Salah satu laporan yang dominan ialah persyaratan akreditasi yang menyulitkan dan diskriminasi rumpun pendidikan.

Anggota Ombudsman, Laode Ida menyayangkan persyaratan akreditasi masih saja diberlakukan. Padahal menurutnya perolehan akreditasi bukanlah urusan mudah bagi kampus di luar Jawa.

Baca Juga

“Pemerintah nampaknya hanya melihat pembukaan CPNS untuk lingkup daerah jawa saja. Jika di daerah luar jawa masalah akreditasi bukanlah hal mudah,” kata Laode dalam siaran pers, Selasa (19/11).

Diketahui Permenpan RB Nomor 23 Tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan CPNS Tahun 2019 dalam Bagian F Ketentuan dan Persyaratan Umum angka 4 menjelaskan bahwa Calon Pelamar merupakan lulusan dari SMA/sederajat yang sudah terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan/atau Kementerian Agama dan lulusan Perguruan Tinggi Dalam Negeri yang program studinya terakreditasi pada BAN-PT dan/atau Pusdiknakes/LAM-PTKes pada saat kelulusan. Lalu dibuktikan dengan tanggal kelulusan yang tertulis pada ijazah. Sedangkan pada Bagian J Pengumuman Lowongan dan Sistem Pendaftaran kata sambung yang berubah menjadi dan.

Hal tersebut, lanjut Laode membingungkan, baik bagi pelamar maupun bagi panitia instansi perekrut CPNS.

"Pertanyaannya apakah yang diakui hanya akreditasi pada Perguruan Tinggi saja, prodinya saja atau kedua-duanya. Terlepas dari kebingungan tersebut, justru yang banyak mengadu adalah masyarakat yang tidak bisa melamar hanya karena ijazah pada saat kelulusan tidak terkareditasi," ujarnya.

Ia mencontohkan PGSD Universitas Tanjungpura (PTN dan universitas tertua di Kalimantan Barat) baru berdiri tanggal 14 Agustus 2006. Lulusan pertamanya yang menerima ijazah tanggal 09 Maret 2011, sedangkan akreditasi prodi pertama dikeluarkan tanggal 14 Juli 2011 dengan SK BAN – PT.

“Lulusan angkatan awal tidak dapat mengikuti seleksi CPNS, karena pada saat lulus belum terakreditasi, baru 3 bulan kemudian terakreditasi. Dimana letak adilnya?” ungkap Laode.

Laode menyampaikan masalah akreditas ialah masalah di luar jangkauan calon pelamar yang ketika mendaftar di Perguruan Tinggi tidak mempertimbangkan akreditasi sebagai indikator utama memilih prodi. Ia menyebut banyak lulusan dari daerah terpencil yang hanya mampu mengenyam pendidikan tinggi di kampus swasta di daerahnya yang mungkin masih berupa rintisan dan belum terakreditasi.

“Lalu pertanyaan besarnya adalah, jika pemerintah masih selalu mempersyaratkan akreditasi, dimana letak keadilannya? Apakah bentuk – bentuk diskriminasi ini selalu dipelihara,” tegas Laode.

Ia menyarankan jika permasalahan akreditasi untuk mencegah penggunaan ijazah palsu yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi tidak terdaftar, maka data yang dapat dilihat pada Forlap Dikti bisa dijadikan acuan verifikasi data kelulusan dan ijazah calon pelamar.

Ombudsman memahami bahwa sesuai ketentuan yang berlaku perguruan tinggi wajib akreditasi. Namun jika pada saat proses akreditasi dilakukan dan lulusan awal atau perintis ijazahnya belum terakreditasi, maka jangan melimpahkan akibatnya kepada lulusannya.

"Kalau seperti ini sistemnya, maka lagi – lagi masyarakat menjadi korban dan tidak mendapatkan perlakuan yang adil hanya karena syarat administrasi," tuturnya.

Diketahui, pendaftaran seleksi CPNS 2019 kembali dibuka sejak Senin (11/11). Adapun proses rekrutmennya dilakukan lewat portal SSCASN BKN, https://sscasn.bkn.go.id.Pendaftaran ditutup pada 24 November usai verifikasi berkas pada 13 November.

Pemerintah pada penerimaan CPNS 2019 membuka 152.250 formasi, terbagi 114.825 di antaranya untuk kebutuhan 462 pemerintah daerah (pemprov/kabupaten/kota). Sedangkan 37.425 formasi untuk kebutuhan 68 kementerian/lembaga. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement