Selasa 19 Nov 2019 12:00 WIB

Keluarga Pekerja Migran yang Telantar di Bintulu Dievakuasi

Keluarga pekerja migran dibawa dari penampungan di Bintulu ke KJRI Kuching.

Sebuah perahu melintas di salah satu sudut Kota Kuching, Sarawak, Malaysia.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Sebuah perahu melintas di salah satu sudut Kota Kuching, Sarawak, Malaysia.

REPUBLIKA.CO.ID, BINTULU -- Konsulat Jenderal RI Kuching melakukan evakuasi satu keluarga pekerja migran Indonesia yang hidup telantar di dalam hutan di Batu 9, Bintulu, Sarawak, Malaysia. Saat ditemukan kondisi keluarga pekerja migran sangat mengenaskan.

"Satu keluarga yang dievakuasi itu terdiri dari seorang ibu, yaitu Milda Sitomorang (45), asal Sumatra Utara. Ia memiliki lima anak, yakni Diana (9), Akbar (6), Murni (5), Linda (4) dan Puteri (2)," kata pegiat Medsos Bintulu News, Franscis, di Bintulu, Selasa (19/11).

Baca Juga

Ibu dan lima anak itu, katanya, dievakuasi dari tempat penampungan di Bintulu dan dibawa dengan mengunakan mobil ke shelter KJRI di Kuching. Mereka diangkut ke shelter KJRI Kuching setelah sang suami meninggal dunia.

Suami Milda menderita penyakit. Mereka ditampung selama dua bulan di Bintulu.

Sebelumnya, satu keluarga itu ditemukan warga setempat dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Suami dari Milda, yaitu Erwin (37), asal Sulawesi Tengah, saat ditemukan dalam keadaan sakit komplikasi parah. Kemudian ibu tersebut harus berjalan berkilo-kilo meter berjualan sayur ke Pasar Bintulu. Sementara kelima anaknya ditinggalkan di rumah dan bermain di dalam hutan.

Menghadapi kenyataan itu, ada orang yang peduli membantu keluarga tersebut. Tidak hanya dari aktivis kemanusiaan Indonesia, yaitu Forum Masyarakat Muslim Indonesia (FMMI) yang ada di Bintulu, masyarakat Malaysia yang tergabung di Medsos Bintulu News juga turun tangan mambantu. Pegiat kemanusiaan Medsos Bintulu News yang pertama kali membantu mereka.

"Saya awalnya melihat ibu ini sering menjajakan sayur di Bintulu dengan berjalan kali. Dan saat pulang dan pergi, ibu ini sering memberhentikan mobil, mungkin ingin menumpang, tapi orang-orang melihatnya ibu ini sudah gila," kata Franscis.

Berawal dari itulah, kata Franscis, ia berinisiatif mencari tahu siapa ibu. Ia mengikutinya hingga ke rumah yang ditinggali.

"Dari sini, saya ketemu rumahnya, dan saat saya bersama teman-teman melihat kondisi dalam rumah sungguh sangat menyedihkan, ternyata suaminya dalam kondisi sakit berat. Sementara anak-anaknya kondisinya juga sangat tragis, seperti tidak diurus, sangat kumal, dekil, tidak berbaju serta kekurangan makanan dan minuman," kata warga Bintulu, Malaysia, ini.

Melihat kondisi seperti itu, Franscis dan pegiat kemanusian Bintulu lainya langsung memberikan bantuan. Karena sakit, bapak dari lima anak itu langsung dibawa ke rumah sakit Bintulu, sedangkan ibu dan anak-anaknya mendapatkan bantuan makanan, minuman dan perawatan.

"Kemudian dengan melakukan koordinasi bersama pihak FMMI dan masyarakat peduli kemanusiaan lainnya, kami berusaha menolong sang suami. Semua fasilitas terbaik dan biayanya rumah sakit kami berikan, namun Tuhan berkehendak lain. Setelah dua minggu dirawat, suami ibu ini akhirnya mengembuskan napas terakhir," katanya.

Franscis mengaku dalam memberikan pertolongan kemanusian seperti ini, ia bersama teman-taman yang ada saat ini, tidak pernah melihat latar belakang siapa yang ditolong.

"Seperti keluarga ibu dan lima ini kami tidak melihat dia itu berasal dari mana, suku apa, agama apa. Kegiatan kami ini murni peduli rasa kemanusiaan antarsesama kita. Dan kami akan tetap komitmen membantu semampu kami," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, salah satu pengurus FMMI di Bintulu, Muhammad Kholili asal Madura, Jawa Timur, mengatakan pihaknya mengetahui ada keluarga asal Indonesia yang telantar dan sakit-sakitan itu dari Franscis. "Mengetahui suami ibu itu masuk rumah sakit kami bersama kawan-kawan langsung menjenguk ke rumah sakit. Kami bersepakat akan membantu keluarga ini, selain perobatan, usai suaminya meninggal dunia, kemudian ibu dan anak-anak ini kami tampung dan rawat, sambil menunggu pihak KJRI datang menjemput," katanya.

Saat ini, ibu dan lima anaknya masih dalam proses penanganan pihak KJRI Kuching. Saat akan digali informasi lebih panjang, Ibu Mildaini sulit untuk berkomunikasi yang diduga mengalami stres, kata Kholili.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement