REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie ingin semua calon ketua umum partai bisa musyawarah mufakat atau aklamasi pada Musyawarah Nasional (Munas) untuk menyatukan kekuatan. Namun, pengamat politik dari Univeristas Padjajaran Yusa Djuyandi menilai hal tersebut sulit tercapai.
Menurutnya, aklamasi dapat terjadi jika ada kata mufakat di antara semua pihak di Partai Golkar. Sayangnya, hal tersebut tak tergambarkan dengan situasi yang tengah terjadi di partai berlambang pohon beringin itu.
"Aklamasi itu baik jika memang seluruh peserta menerimanya. Tetapi jika kubu bamsoet menilai buruk maka akan sulit mencapai aklamasi," ujar Yusa kepada Republika, Jumat (15/11).
Selain itu, jika aklamasi ini dipaksakan terjadi, itu akan menimbulkan konflik di kemudian hari. Salah satunya terjadi perpecahan di Partai Golkar, seperti yang pernah terjadi antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.
"Hanya dalam aklamasi biasanya semua pihak atau kubu perlu diakomodir kepentingannya. Tergantung apa yang mau ditawarkan kepada kelompok lain," ujar Yusa.
Maka dari itu, diperlukan satu kesepahaman antara semua kubu untuk mencapai musyawarah mufakat. Guna menghindari masalah untuk Partai Golkar di kemudian hari.
"Seandainya aklamasi sudah disepakati maka perlu ada konsistensi pelaksanaan hasil kesepakatan. Jika tidak, akan ada ketidakpuasan," ujar Yusa.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie ingin Partai Golkar di tahun 2024 harus bisa mencalonkan presiden atau wakil presiden dari kader partai sendiri. Oleh karenanya, Munas ke depan harus bisa menyatukan kekuatan.
"Kita pikirkan agar bagaimana beberapa calon ketum yang ada bisa berunding sehingga bisa menelurkan musyawarah mufakat. Kita kesampingkan ego-ego yang ada. Di situlah, Golkar akan menjadi pemenang," ujar pria yang akrab disapa Ical itu.