Sabtu 16 Nov 2019 11:16 WIB

Buruh di Tanjungpinang Tolak Angka Kenaikan UMK Batam

Kenaikan UMK Batam dinilai masih di bawah angka kehidupan hidup layak.

[ilustrasi] Belasan buruh yang tergabung dalam DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY dan Front Perjuangan Pemuda Indinesia (FPPI)Yogyakarta melakukan aksi tolak PP 78/2015 tentang pengupahan sebagai dasar penetapan UMK DIY 2017 yang ditetapkan Gubernur DIY di depan pintu gerbang kantor gubernur DIY Kepatihan Yogyakarta, Selasa (31/10).
Foto: Republika/Neni Ridarineni
[ilustrasi] Belasan buruh yang tergabung dalam DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY dan Front Perjuangan Pemuda Indinesia (FPPI)Yogyakarta melakukan aksi tolak PP 78/2015 tentang pengupahan sebagai dasar penetapan UMK DIY 2017 yang ditetapkan Gubernur DIY di depan pintu gerbang kantor gubernur DIY Kepatihan Yogyakarta, Selasa (31/10).

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Ratusan buruh yang tergabung di dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Batam, Kepulauan Riau menggelar unjuk rasa menolak kenaikan UMK Batam 2020 sebesar Rp4,1 juta di halaman kantor Gubernur Kepri, Pulau Dompak, Kamis (14/11). Menurut Ketua DPW FSPMI Kepri, Nefrizal, kenaikan UMK senilai Rp4,1 juta itu hanya mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Angka tersebut, kata dia, masih berada di bawah Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Batam yang besarannya mencapai Rp4,6 juta. "Kami mengusulkan UMK Batam 2020 naik sekitar 15 persen. Sementara mengacu pada PP tersebut kenaikan hanya 8,51 persen," sebut Nefrizal.

Selain itu, pihak buruh juga menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang naik mencapai 100 persen. Mereka menilai kenaikan itu sangat tinggi dan membebani masyarakat terutama para buruh.

Buruh menganggap pemerintah tidak pro dengan rakyat kecil. Apalagi ada ancaman bagi yang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan, maka tidak akan mendapatkan fasilitas pelayanan publik seperti membuat KTP atau SIM.

"UMK murah, tapi iuran BPJS naik. Pemerintah seakan-akan tidak pro dengan rakyat kecil," ujarnya.

Dalam unjuk rasa tersebut, FSPMI juga merasa kecewa karena tidak bisa bertemu langsung dengan Plt. Gubernur Kepri yang sedang berada di luar daerah. Kedatangan mereka hanya disambut oleh Asisten I Pemprov Kepri, Raja Ariza.

Kendati demikian, lanjut Nefrizal, pihaknya mengharapkan Pemprov Kepri melanjutkan aspirasi buruh ke Presiden Joko Widodo. "Karena kewenangan menyangkut PP Nomor 78 Tahun 2015 dan kenaikan Iuran BPJS Kesehatan merupakan kewenangan pusat bukan daerah," tegas dia.

Dia menambahkan, gelombang unjuk rasa serupa tidak hanya terjadi di wilayah Kepri, tetapi hampir sebagian besar terjadi di daerah Indonesia lainnya. Sebelum Maghrib, para buruh itu kemudian membubarkan diri. Aksi ini mendapat pengawalan ketat dari pihak Polres Tanjungpinang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement