YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Universitas Ahmad Dahlan (UAD) serius dalam mendorong pendidikan yang inklusif. Pusat Studi Astronomi (PASTRON) UAD bersama sejumlah pusat studi lainnya seperti Pusat Studi Pariwisata dan Bisnis Kreatif (COTRES), PSLDA, juga FAI, LPSI dan Pusat Tarjih Muhammadiyah mengadakan luliah umum bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bertajuk ‘Pengembangan Astronomi Inklusi’.
Kegiatan ini melibatkan kurang lebih 250 peserta dari berbagai latarbelakang seperti mahasiswa, Komunitas Astronomi, Dinas Pariwisata se-DIY, Pusat Tarjih Muhammadiyah, juga khalayak umum.
Inisiatif terkait pembelajaran astronomi inklusi ini bukanlah hal baru untuk UAD. Beberapa waktu sebelumnya, Tim yang berasal dari Pendidikan Fisika UAD juga telah menciptakan sebuah media pembelajaran astronomi yang diperuntukkan bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
Media pembelajaran ini bertujuan untuk mempermudah siswa-siswi berkebutuhan khusus untuk memahami astronomi dan tidak menutupi kemungkinan agar mengembangkan minatnya di bidang tersebut. Media pembelajaran astronomi inklusi milik UAD saat ini telah tersedia di PASTRON UAD yang terletak di lantai 10 kampus IV terpadu UAD.
Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi perhatian program-program yang dimiliki oleh LAPAN saat ini salah satunya adalah bagaimana mengenalkan astronomi kepada masyarakat yang lebih luas, agar astronomi bukan hanya dikenali oleh kalangan tertentu saja. Hal ini menurut Thomas tidak terlepas akan dukungan kemajuan teknologi yang ada saat ini.
“Kami mempromosikan astronomi untuk publik melalui berbagai pendekatan. Beberapa kegiatan yang kami rancang di Taman Nasional Timau Dark Sky Park seperti Fotografi, Star Camp, serta program public reach out lainnya,” tukasnya di Amphitarium UAD, Senin (11/11).
Selain mendirikan Taman Nasional Timau yang bisa digunakan untuk masyarakat mengobservasi langit yang masih jauh dari polusi cahaya, LAPAN juga telah memiliki program yang khusus diperuntukkan bagi kawasan terpencil di Indonesia. Seperti Mobile Planetarium, di mana siswa ataupun masyarakat mampu mendapatkan edukasi terkait astrologi di tempat tinggal mereka.
“Agar mereka yang ada di wilayah yang minim akses seperti 3T dan daerah terpencil lainnya bisa turut merasakan mengenali astronomi.”
Terkait astrologi inklusi, Thomas mengataka bahwa penting adanya sejumlah penyesuaian media pembelajaran dengan kebutuhan yang ada.
“Untuk difabel perangkat harus disesuaikan agar peserta didik juga mamu menikmati alam semesta. Oleh karenanya perlu kerjasama lebih jauh dengan institusi pendidikan dalam pengembangan media pembelajaran ini,” tandasnya.
Dalam memperkuat komitmennya dalam mendorong inklusifitas, UAD baru-baru ini juga melaunching Pusat Studi dan Layanan Disabilitas UAD. Muya Barida, menjelaskan bahwa pusat studi yang diresmikan pada Maret lalu ini ke depan akan melakukan pemetaan akan peserta didik berkebutuhan khusus lainnya.
Hal ini, menurutnya, penting agar kemudian media pembelajaran yang dirancang mampu memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik, tanpa kerkecuali.
“Ini memang menjadi keinginan UAD untuk kemudian hari bisa sepenuhnya menjadi kampus inklusi. Namun perjalanan kami masih panjang.”
Selain Pendidikan Fisika dan Prodi Fisika UAD, sejumlah prodi lain juga telah memberikan perhatian terhadap inklusifitas dalam pengajarannya di antaranya seperti Fakultas Psikologi, Pendidikan Guru PAUD, Pendidikan Guru SD, Matematika, Pendidikan Agama Islam (PAI). (Th)