Senin 11 Nov 2019 14:22 WIB

Ini Kecurangan Konstruksi di SDN yang Atapnya Ambruk

Berdasarkan hasil uji, material atap gedung SDN Gentong tak sesuai spesifikasi.

Keadaan ruangan kelas yang ambruk di SDN Gentong Kota Pasuruan, Rabu (6/11).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Keadaan ruangan kelas yang ambruk di SDN Gentong Kota Pasuruan, Rabu (6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Daerah Jawa Timur mengungkapkan dua tersangka kasus ambruknya atap kelas di SDN Gentong, Kota Pasuruan, berinisial DM dan SE tak memiliki basis pengetahuan khusus di bidang konstruksi. Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Gidion Arif Setiawan saat merilis kasus tersebut di Surabaya, Senin (11/11), mengatakan, DM yang merupakan kontraktor dan pelaksana proyek dari CV Andalus hanyalah lulusan SMA.

Sedangkan, SE yang merupakan mandor proyek dari CV DHL Putra hanya tamatan SMP. Kendati demikian, keduanya sudah menggarap banyak bangunan sejak 2004.

Baca Juga

"Jadi, latar belakang yang bersangkutan memang bukan teknik dan tidak memiliki kecakapan khusus," ujarnya.

Dia menjelaskan, proyek yang dikerjakan kedua tersangka hanya renovasi bagian atap untuk empat kelas dan sifatnya swakelola. Anggaran proyek berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2012 sebesar lebih dari Rp200 juta.

"Dalam satu paket (DAK) mereka mengerjakan beberapa proyek," ucap Gidion.

Berdasarkan hasil uji laboratorium forensik, semua material bagian atap gedung SDN Gentong diketahui tidak sesuai spesifikasi. Sehingga menjadi bukti kelalaian yang disangkakan kepada keduanya dan tinggal menunggu waktu saja untuk ambruk.

Gidion menambahkan ketidaksesuaian spesifikasi bangunan yang dikerjakan tersangka cukup mencolok. Misalnya pada kolom atau ring balok yang semestinya diisi empat besi berdiameter 12 milimeter, hanya diisi tiga besi itu pun spesifikasinya kurang dari perencanaan.

“(Yang dipakai tersangka) istilahnya menggunakan besi banci. Kalau berdasarkan hasil uji laboratorium ketemu delapan koma sekian mili diameternya,” katanya.

Begitu pula dengan material pada beton, lanjut dia, juga dikurangi dari seharusnya yang tertuang dalam kontrak.

Selain itu, pasir yang digunakan tersangka pada beton menggunakan pasir biasa. Artinya, tidak sesuai dengan perencanaan yang seharusnya menggunakan pasir dari Lumajang.

"Kalau di sini pasir yang terkenal bagus ialah Pasir Lumajang, daya ikatnya cukup bagus," katanya.

Dia menjelaskan, sementara ini penyidik baru menetapkan dua orang sebagai tersangka, namun polisi masih mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang harus dimintai pertanggungjawaban.

Keduanya dianggap lalai karena proyek yang dikerjakan tujuh tahun lalu berupa gedung empat kelas di SDN Gentong 1 Pasuruan akhirnya ambruk dan membuat dua orang meninggal dunia, yaitu siswa kelas 2B Irza Almira (8) dan guru Sevina Arsy (19). Tak itu saja, jumlah korban luka akibat peristiwa tersebut mencapai 16 orang.

"Kedua tersangka terjerat Pasal 359 dan 360 ayat (1) yang ncaman hukuman lima tahun penjara," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement