Sabtu 16 Nov 2019 15:50 WIB

Aksi Massa Generasi Milenial Masih Miliki Kelemahan

Belum semua peserta aksi massa memahami tujuan gerakan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Aksi Gejayan Memanggil 2. Aliansi Jogja Bergerak menggelar aksi unjuk rasa Gejayan Memanggil 2 di Gejayan, Yogyakarta, Senin (30/9/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Aksi Gejayan Memanggil 2. Aliansi Jogja Bergerak menggelar aksi unjuk rasa Gejayan Memanggil 2 di Gejayan, Yogyakarta, Senin (30/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Aksi massa mahasiswa dan elemen muda beberapa waktu llau masif terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tapi, sosiolog UGM, Arie Sujito menilai, aksi-aksi itu masih memiliki banyak kelemahan.

Salah satunya terlihat di Aksi Gejayan Memanggil yang diusung elemen atas nama Aliansi Rakyat Bergerak (ARB). Ia merasa, aksi itu harus dilihat secara obyektif agar esensinya tidak mengalami distorsi.

Baca Juga

Arie mengatakan, aksi massa akan jadi relevan bila memiliki tujuan mempengaruhi dan mendorong demokrasi lebih baik. Namun, jika dalam praktiknya tidak memiliki kejelasan arah, menjadi tidak produktif.

"Mobilisasi massa oke, demonstrasi oke, tapi jebakan terhadap praktik dan tindak kekerasan harus dicegah," kata Arie, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, ia menekankan, kesadaran datang sebagai subyek itu harus ada dalam setiap aksi sosial, siapapun yang melakukan. Menurut Arie, ketidakjelasan arah terjadi ketika massa tidak memahami tujuan aksi.

Selain itu, mereka belum melakukan kajian mendalam terkait tuntutan-tuntutan yang akan disampaikan. Sebab, lanjut Arie, setiap aksi itu harus lahir dari dorongan mereka untuk tujuan apa sebuah aksi.

"Harus kita apresiasi, tapi pada saat yang sama, saat aksi selesai harus ada kritik autokritik supaya apakah aksi ini akan menjawab sesuai harapan atau tidak? supaya terus berbenah," ujar Arie.

Bagi Arie, Aksi Gejayan Memanggil masih memiliki kelemahan-kelemahan itu. Namun, ia menyampaikan apresiasi terhadap upaya-upaya aksi itu karena masih ada sensitivitas politik di dalamnya.

Tapi, jadi tidak jelas tujuannya untuk sekadar aksi atau untuk perubahan atau untuk apa. Sebab, kala itu, spektrumnya luas, dan siapapun bisa bergabung dengan tuntutan yang beragam pula.

Salah satu aktivis mahasiswa yang turut dalam Aksi Gejayan Memanggil, Gendis Syari Widodari mengungkapkan, aksi itu merupakan usaha untuk menciptakan kesamaan gerak atas banyaknya tuntutan masyarakat.

Utamanya, kebijakan-kebijakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, Gendis sepakat, aksi massa memang tidak boleh jadi karnaval politik dan gerakan itu hadir memang perlu melihat konteks.

"Dalam mengkritisi kebijakan publik, massa aksi perlu memiliki tingkat pemahaman yang lebih atas isu yang akan diusung dalam aksi," ujar Gendis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement