jatimnow.com - Setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad, warga Banyuwangi menggelar tradisi Endog-endogan (telur) dengan diarak dari lima penjuru.
Ribuan telur itu ditancapkan pada batang pohon pisang (jadang) dan dihias sedemikian rupa sebagai simbol nilai-nilai Islam yang harus dimiliki setiap umat Islam. Satu jodang, biasanya berisi 50 telur.
Tradisi endog-endogan ini sangat populer di setiap kampung di Banyuwangi. Hal ini ditujukan warga untuk menyambut Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad secara sukacita.
Saat mengarak telur, seluruh warga mulai yang tua, muda hingga anak-anak akan mengumandangkan shalawat sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Rasul Allah itu.
Tradisi yang telah lekat itu pulalah yang mengilhami pemkab Banyuwangi menggelar Festival Endog-endogan dan dimasukkan dalam agenda Banyuwangi Festival.
Tahun ini, 12 Rabiul Awal jatuh pada hari Sabtu, (9/11/2019). Seluruh warga kompak mengenakan pakaian serba putih, mengarak jodang telur dari lima penjuru yang melambangkan jumlah salat wajib lima waktu.
Arak-arakan tersebut bertemu tepat di depan Masjid Agung Baiturrahman, Banyuwangi. Pada tahun sebelumnya Festival Endhog-endhogan berpusat di depan Kantor Pemkab Banyuwangi.
Hadir dalam acara tersebut, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Wabup Yusuf Widyatmoko, dan jajaran Forpimda lainnya.
Bupati Anas mengatakan tradisi Endhog-endhogan merupakan salah satu cara masyarakat Banyuwangi memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Bila biasanya digelar di jalanan kota, tahun ini dipusatkan di Masjid Agung Baiturrahman.
"Tahun ini kami pusatkan di masjid besar karena sebagai simbol persatuan ulama dan umaro (pemimpin). Kami ingin Banyuwangi kedepannya terus menjadi daerah yang maju sekaligus terjaga kesalihan sosialnya dengan tuntunan dari para ulama daerah," kata Anas.
"Tidak hanya digelar meriah yang berpusat di Masjid Agung, tapi juga dilaksanakan serentak di setiap masjid di 25 kecamatan se-Banyuwangi," imbuhnya.
Ada filosofi yang terkandung dalam tradisi endog-endogan ini. Telur sebagai simbol terdiri dari tiga lapis, yakni kulit, putih telur dan kuning telur. Kulit telur diibaratkan sebagai lambang keislaman sebagai identitas seorang muslim.
Putih telur, melambangkan keimanan, yang berarti seorang yang beragama Islam harus memiliki keimanan yakni mempercayai dan melaksanakan perintah Allah SWT. Lalu kuning telur melambangkan keihsanan, memasrahkan diri dan ikhlas dengan semua ketentuan Sang Pencipta alam semesta.
"Islam, Iman dan Ihsan adalah harmonisasi risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang jika ditancapkan pada diri manusia akan menghasilkan manusia yang mencerminkan akhlak Rasulullah. Inilah makna Festival endhog-endhogan agar kita selalu ingat dan menjalankan tuntunan nabi," terang Anas.
Ditambahkan dia, festival endhog-endhogan merupakan sebuah syiar Islam yang sarat dengan nilai dan kearifan lokal. Dalam tradisi terkandung pula semangat gotong royong dan saling tolong antar sesama.
"Kegiatan ini juga untuk mempererat silaturahmi. Kami dan warga berkumpul, lalu makan bareng memakai ancak (nampan dari daun pisang). Ini adalah nilai-nilai kebersamaan yang perlu kita jaga dengan baik," ujar Anas.
Dalam peringatan tersebut, juga diisi tausiah agama dari KH Ali Makki, Ketua PCNU Banyuwangi. Dalam tausiahnya, Gus Maki mengatakan jika peringatan Maulid Nabi sudah selayaknya dilakukan oleh umat muslim, sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi yang akan memberikan syafaatnya bagi umat muslim kelak di hari akhir.
Di akhir acara, Festival endhog-endhogan diakhiri dengan memakan nasi ancak bersama-sama. Satu ancak yang berisi nasi dan lauk-pauk dimakan oleh 4-5 orang. Keguyuban pun langsung terasa saat semua berbaur bersama-sama memakan hidangan tersebut.
"Senang sekali bisa merayakan Maulid bersama Bupati dan semua orang di sini, biasanya saya ikut endhog-endhogan yang ada di kampung, namun hari ini saya sengaja ikut gabung di masjid agung untuk merasakan perayaan yang berbeda," kata Fauzul, salah seorang warga.