REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu memberikan tanggapan terkait tudingan bahwa penyerangan terhadap Novel Baswedan adalah sebuah rekayasa. Menurut dia, tudingan itu adalah sebuah opini.
"Kan dirawat di RS, kalau ada yang bilang direkayasa, ya saya enggak tau, enggak beropini saya. Itu (tudingan rekayasa itu, Red) kan di sosmed, di sosmed siapa saja bisa beropini," kata Masinton di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (7/11).
Diketahui tudingan tersebut dibuat oleh Poltikus PDIP Dewi Tanjung. Dewi bahkan membuat laporan ke Polda Metro Jaya dengan tudingan bahwa penyerangan Novel adalah rekayasa.
Terkait hal tersebut, Masinton yang juga Politikus PDIP menolak pelaporan itu dikaitkan dengan partainya. Menurutnya, tindakan Dewi Tanjung tak terkait partai berlogo banteng moncong putih itu. "Terkait Dewi Tanjung itu tidak ada kaitan dengan PDIP. Itu tindakan dia sendiri. Bahwa dia pernah sebagai caleg iya. Tapi dia tidak, bukan sikap partai," kata Masinton.
Sebelumnya, Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto juga menegaskan bahwa pelaporan yang dilakukan Dewi Tanjung dilakukan atas kehendak dirinya sendiri. Meskipun, dia mengonfirmasi jika Dewi Tanjung memang merupakan kader partai berlogo banteng moncong putih. "Dewi Tanjung dia menjadi salah satu caleg tapi apa yang dilakukan tidak terkait dengan partai," kata Hasto.
Hasto memastikan jika apa yang dilakukan Dewi Tanjung sama sekali tidak ada instruksi dari partai. Dia menyebutkan, bahwa apa yg dilakukan oleh anggota PDIP biasanya menyuarakan apa yang ada dalam suara hatinya.
Pelaporan dari Dewi sendiri ditujukan ke Polda Metro Jaya. Laporan tersebut telah terdaftar dengan nomor LP/7171/XI/2019/PMJ/Dit. Krimsus. Dalam laporannya, Dewi turut membawa sejumlah barang bukti. Di antaranya, rekaman video Novel saat berada di rumah sakit di Singapura, rekaman kejadian penyiraman, serta rekaman saat Novel keluar dari rumah sakit.
Pasal yang dikenakan, yakni Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.