Kamis 07 Nov 2019 08:05 WIB

Anak Kecanduan Gawai, Pemerintah Bisa Tiru Korea Selatan

Pemerhati anak menyebut, pemerintah Korea Selatan punya program kamp detoks gawai.

Rep: Umi Soliha/ Red: Reiny Dwinanda
Ciri-ciri anak kecanduan gadget.
Foto: republika
Ciri-ciri anak kecanduan gadget.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membebaskan anak usia dini menggunakan gawai berteknologi canggih cederung akan menimbulkan dampak negatif. Belakangan ini, masyarakat dikejutkan dengan fenomena yang terjadi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua Provinsi Jawa Barat yang menangani 209 pasien yang berusia tujuh hingga 15 tahun yang mengalami kecanduan gawai.

Untuk mengatasi kasus anak kecanduan gawai, dibutuhkan kerja sama berbagai pihak. Bukan cuma pengawasan dan pendampingan orang tua yang diperlukan. Pemerhati anak dan Ketua Rumah Amalia, Muhammad Agus Syafii, mengatakan bahwa pemerintah harus terlibat dengan merancang aturan untuk mencegah anak tidak kecanduan gawai.

Baca Juga

Agus menyarankan agar saat berada di sekolah anak tidak diperkenankan untuk menggunakan ponsel. Jika orang tua ada kebutuhan mendesak atau anak membutuhkan bantuan dari orang tuanya, maka mereka bisa meminta bantuan guru di sekolahnya. Dengan begitu, selama berada di sekolah, otomatis anak tidak menggunakan ponsel selama tujuh sampai delapan jam.

"Waktu itu cukup untuk membuat anak tidak kecanduan gawai," ujar Agus dalam acara diskusi di Jakarta Selatan, Rabu (6/11).

Agus juga mengatakan, kecanduan gawai adalah salah satu hal yang berpotensi menghambat perkembangan anak menuju puncak bonus demografi pada tahun 2030.  Pemerintah Indonesia bisa meniru langkah Pemerintah Korea Selatan (Korsel) untuk mengatasi kecanduan gawai di negaranya.

Menurut Agus, Korsel menyelenggarakan kamp detoksifikasi untuk anak yang kecandua gawai. Di sana, tenaga ahli dilibatkan untuk menjalankan terapi bagi anak-anak tersebut.

Kamp detoksifikasi gawai sengaja di diletakkan di desa yang jauh dari perkotaan. Mereka diajak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan alam, kesenian, olahraga, dan membuat kerajinan tangan.

Hasilnya, banyak anak yang terlepas dari kecandua gawai. Anak yang biasanya memakai gawai tujuh bahkan 13 jam per hari, bisa berkurang secara signifikan. Mereka bisa mengendalikan dorongan bermain gawai jadi satu sampai dua jam saja per hari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement