Rabu 06 Nov 2019 22:45 WIB

Dugaan Penyimpangan Kas Desa, Warga Turun ke Jalan

Warga desa di Sragen curiga ada indikasi penyimpangan dana kas desa.

Rep: Joglosemar/ Red: Joglosemar

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM- Belasan warga Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar mendesak agar pihak aparat berwenang mengusut sejumlah indikasi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan di desa setempat. Aspirasi itu dilontarkan saat mereka menggelar aksi dengan berkumpul di jalan dekat balai desa setempat, Selasa (5/11/2019) pagi.

Warga dari berbagai perwakilan dukuh itu semula hendak menggelar aksi demo di Balai Desa. Namun aksi mereka urung dilakukan setelah Kapolsek enggan memberikan izin lantaran surat pemberitahuan rencana aksi unjuk rasa baru diterima di Polsek sehari sebelumnya.

Meski batal menggelar demo di balai desa, warga akhirnya tetap melanjutkan aksi damai dengan membentangkan poster dan spanduk berisikan aspirasi dan dugaan penyimpangan di desa itu. Di antaranya “Kembalikan Hak Kami Dana Kompensasi Jalan”, “Kalian Kemanakan Dana Rp 98.000.000 Hak Perbaikan Jalan Kami”, “Rusa Berbulu Domba Memakan Hak Warga”, “Adol kas Deso Melebihi Jabatan”.

Lalu ada pula spanduk besar bertuliskan “Rakyat Kandangsapi Menggugat Usut Penjualan Tanah Kas Desa dan Kompensasi Jalan”, “Pungli PTSL Ditarik Rp 800 Ribu” dan berbagai tulisan tuntutan lainnya.

Salah satu tokoh Kandangsapi RT 6 A, Supardi (50) mengatakan aksi damai itu terpaksa dilakukan untuk menyuarakan aspirasi warga yang selama ini mengendus banyak ketidakberesan dalam pengelolaan keuangan desa dan sejumlah kebijakan terindikasi melanggar aturan.

Ia menyebut dana kompensasi untuk perbaikan jalan dari kantor desa menuju Dukuh Dolok Segawe sebesar Rp 98 juta  dari pihak galian C hingga kini belum direalisasikan. Padahal sepengetahuan warga dana itu sudah diberikan oleh pihak pengelola galian C pada 2015.

“Tapi sampai Pak Lurah sudah habis masa jabatannya, sampai sekarang belum ada realisasi perbaikan jalannya dan tidak ada SPJ-nya. Jalan juga belum diperbaiki, uangnya ke mana juga nggak ada laporan,” ujarnya diamini warga lain.

Supardi menguraikan indikasi lain yakni penjualan tanah kas desa yang dijual melebihi masa jabatan Kades. Di mana tanah kas desa sudah dijual mulai 2017 hingga 2024 sebesar Rp 15 juta kepada warga bernama Sigit.

“Itu kan sudah nggak benar. Masa Kades habisnya 2019, tanah kas desanya sudah dijual sampai 2024. Ada bukti kuitansinya kok. Dan selama ini, kami menduga antara nominal penjualan kas desa dengan yang dilaporkan ke APBDes itu berbeda. Hitungan kami selama enam tahun bisa ratusan juta, tapi hanya dilaporkan Rp 30 juta pertahun. Kami minta diusut tuntas hasil penjualan tanah kas desa ini,” terangnya.

Tak hanya itu, warga juga mempertanyakan adanya sembilan bidang tanah kas desa yang diduga sudah diajukan sertifikat atas nama kerabat eks pimpinan desa.

Menurutnya dugaan penyerobotan tanah kas desa ke hak pribadi ini juga sudah banyak didengar warga.

“Ada tanah kas desa akan disertifikatkan untuk hak milik pribadi. Ada 9 bidang, atas namanya keluarga pak lurah. Kami tahunya berkas itu sudah di-ACC pak lurah, tapi Pak Cariknya tahu dan akhirnya tidak bisa dinaikkan karena tahu itu tanah kas desa,” urai Supardi.

Foto/Wardoyo

Warga lainnya, Padi (52) warga Kedungwulus, mengungkapkan adanya pungutan biaya sertifikat pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) sebesar Rp 800.000 perbidang. Padahal kesepakatan saat musyawarah panitia dengan warga, biaya PTSL dipatok hanya Rp 650.000.

“Saya ngurus 3 bidang ya semua dimintai Rp 800.000 per bidang. Kami wong cilik ya manut Mas. Padahal pas rapat kesepakatannya biaya hanya Rp 650.000. Tambahan Rp 150.000 untuk apa ya nggak disampaikan alasannya untuk apa. Juga nggak diberi kuitansi,” tuturnya.

Tokoh masyarakat lainnya, Sugeng (65) mempertanyakan keberadaan Lembaga Keuangan Desa (LKD) yang ditengarai sudah berubah jadi koperasi. Padahal dana LKD, disebut sudah mencapai Rp 6 miliar.

“Sekarang jadi koperasi, lha uang Rp 6 miliarnya itu ke mana saja. Kalau dihutang ya siapa yang hutang, juga belum ada penjelasan. Maka dari itu, melihat banyaknya pelanggaran dan dugaan penyimpangan ini, kami warga Kandangsapi meminta agar semua kasus itu bisa diusut tuntas oleh pihak penegak hukum. Kalau tidak, nanti akan semakin merajalela. Ini demi masa depan anak cucu kita. Kalau tidak dihentikan, anak cucu kita mau dibagehi apa,” terangnya.

Warga saat menunjukkan sertifikat PTSL yang ditarik Rp 800.000. Foto/Wardoyo

Sementara, tokoh Dukuh Jatirejo RT 1/1, Sujak menambahkan warga juga menghendaki agar LKD bisa dikembalikan lagi ke semula sehingga bisa memberikan pinjaman kepada warga.

Aksi warga sempat dicegah oleh Kapolsek Iptu Ali Ma’mun yang terjun bersama semua anggotanya dan Danramil. Di hadapan warga, Kapolsek.mengatakan bahwa aksi unjuk rasa tak bisa dilanjutkan lantaran secara persyaratan tidak terpenuhi.

Sebab surat pemberitahuan ke Polsek baru dikirim sehari sebelumnya, padahal dalam UU No 9/1998 dan Perkap No 7/2012, surat pemberitahuan unjuk rasa harus diterima paling lambat 3 hari sebelum pelaksanaan.

Atas kondisi itu, Kapolsek kemudian menyarankan perwakilan warga beraudiensi menyampaikan hal-hal yang dipertanyakan ke pihak desa. Jika ada yang mengarah pada pelanggaran hukum atau tipikor, warga disarankan membuat aduan ditujukan ke Kapolres dengan disertai bukti-bukti pendukung agar bisa ditangani sesuai mekanisme yang ada.

“Silakan kalau mau membuat aduan ke Kapolres, biar yang menangani penyidik Tipiter. Jadi jelas peosedur dan mekanisme penanganannya,” tegasnya.

Sejumlah perwakilan tokoh warga akhirnya melunak dan mau beraudiensi dengan pihak desa yang diwakili PJ Kades, Joko Sumanto, Camat Jenar Edi Widodo, Sekcam Agus Wahyudi dengan dikawal Kapolsek dan Danramil.

Audiensi di balai desa. Foto/Wardoyo

Usai audiensi, PJ Kades Kandangsapi, Joko Sumanto mengatakan pihaknya sudah mencatat aspirasi yang disampaikan warga.

Untuk kompensasi perbaikan jalan sebesar Rp 98 juta dari hasil klarifikasinya uangnya masih ada dan menunggu swadaya warga untuk dikerjakan sepanjang 800 meter.

Namun untuk indikasi tarikan PTSL, penjualan tanah kas desa, dan lainnya, pihaknya tak bisa memberikan keterangan lantaran semua itu terjadi di pemerintahan Kades sebelumnya.

“Saya njabat PJ baru dua bulan. Kejadian-kejadian itu sudah terjadi sebelumnya. Sehingga nanti perlu diklarifikasi dengan menghadirkan teman-teman perangkat maupun Kades supaya ada titik temu. Termasuk penjualan tanah kas desa, kami hanya menerima laporan, makanya nanti perlu dicek dengan bukti-buktinya,” tutur Manto.

Mediasi berlagsung hampir tiga jam. Warga yang tak puas dengan jawaban pihak PJ Kades, akhirnya sepakat untuk tetap melangkah dengan membuat aduan resmi disertai bukti-bukti yang menurut rencana akan dilayangkan ke Polres besok.

 

The post appeared first on Joglosemar News.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan joglosemarnews.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab joglosemarnews.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement