REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Fachrul Razi membantah mengeluarkan pernyataan melarang penggunaan cadar atau niqab. Fachrul mengatakan, pernyataannya pada Rabu (30/10) hanya ingin menyampaikan penggunaan cadar tidak ada tuntunannya di dalam Alquran dan hadis.
"(Soal) cadar, saya tidak melarang," kata Fachrul saat ditemui Republika seusai acara Konsolidasi Percepatan Pencapaian Visi-Misi Presiden di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (13/10).
Fahcrul juga membantah Kementerian Agama sedang mengkaji penggunaan cadar di intansi pemerintah. Sebab, kata Fachrul, hal tersebut bukan kewenangan Kemenag.
Kendati demikian, kata Fachrul, pegawai negeri sipil (PNS) memang dilarang menggunakan cadar di instansi pemerintahan. "Kalau instansi pemerintah tak boleh kan, sudah jelas memang ada aturannya. Kalau kamu PNS pakai cadar kan gak boleh," katanya.
Dia mengatakan, ada beberapa aturan terkait pakaian atau barang lainnya yang tidak boleh digunakan saat masuk instansi pemerintah. Pertama, helm. Kedua, menggunakan sesuatu yang dapat menutupi wajah. "Namun, saya gak sebut cadar."
Fachrul mengeluarkan pernyataan soal cadar saat menghadiri acara Lokakarya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid di Jakarta, Rabu (30/10). Seperti yang telah banyak diberitakan, Fahcrul kala itu disebut mengatakan berencana melarang penggunaan cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah.
Alasannya untuk faktor keamanan dengan merujuk pada kasus penusukan terhadap mantan menko polhukam Wiranto. Fachrul mengatakan, rencana kebijakan tersebut masih dalam kajian.
Belum usai kontroversi soal cadar, Fachrul menyinggung ASN yang memakai celana cingkrang atau di atas mata kaki. Saat melakukan paparan di kantor Kemenko PMK, kemarin, Fahcrul mengatakan, penggunaan celana cingkrang tak sesuai aturan instansi pemerintah.
"Celana cingkrang tidak bisa dilarang dari aspek agama, tapi dengan aturan pegawai bisa," katanya.
Pakaian dinas ASN diatur oleh setiap kementerian/lembaga. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan, sejauh ini belum ada pembahasan soal rencana larangan pemakaian cadar bagi kalangan ASN.
"Belum dibahas. Masing-masing instansi, masing-masing rumah tangga kan pasti ada aturannya," katanya di kantor Kemenko Polhukam, Kamis.
Ditanya rencana pelarangan pemakaian cadar bagi ASN oleh Menteri Agama, Tjahjo mengatakan, setiap instansi memiliki aturan tersendiri, demikian halnya Kementerian PAN-RB. Menurut dia, sejauh ini tidak ada aturan di Kementerian PAN-RB mengenai larangan tersebut. "Namun, yang lain, silakan cek saja," katanya.
Dia mengatakan, aturan berseragam dimiliki masing-masing instansi sampai di tingkat terkecil, termasuk disesuaikan dengan adat dan budaya masing-masing pemerintah daerah. Sejauh ini, kata dia, tidak ada keluhan terkait pemakaian cadar di lingkungan Kementerian PAN-RB, tetapi lebih karena aturan berpakaian sesuai aturan yang telah ditentukan.
Pernyataan Fachrul memantik beragam reaksi dari tokoh agama hingga politikus. Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta rencana pelarangan cadar di lingkungan instansi pemerintah dilakukan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Dia mengingatkan agar rencana kebijakan itu tidak menabrak Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Jadi, di sini terlihat dengan jelas bahwa pemerintah harus dan wajib menghormati agama dan keyakinan mereka," kata Anwar Abbas di Jakarta, Kamis (31/10).
Keamanan menjadi salah satu alasan pelarangan penggunaan cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah. Menurut Anwar, alasan rencana kebijakan tersebut jangan sampai melanggar Pasal 29 UUD 1945 Ayat 1 dan 2 yang menjamin kebebasan beragama.
Dia mengatakan, dalam ayat 1 disebutkan, negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara di ayat 2 disebutkan, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dia berpendapat, jika pelarangan itu berangkat dari adanya kekhawatiran potensi tindakan yang membahayakan, terutama ke gedung-gedung pemerintah, itu bisa dilakukan tanpa menyuruh seseorang membuka cadar. Pemerintah, dia mengatakan, bisa mengatasi hal tersebut dengan penggunaan teknologi.
Anwar menambahkan, selama ini para ulama berbeda pendapat tentang hukum memakai cadar. Ada yang menyatakan memakai cadar hukumnya wajib, tapi juga ada yang menyatakan sebaliknya. Dia meminta semua pihak menyikapi bijaksana terkait rencana kebijakan tersebut. Dia pun berharap masalah pemakaian cadar ini tidak masuk ke dalam masalah ushuliyyah atau hal-hal pokok.
"Maka sebaiknya sikap kita dalam menghadapi masalah ini adalah dengan mengedepankan sikap tasamuh," kata Anwar lagi.
Anggota DPR RI Fraksi PKB, Yaqut Cholil Qoumas, mengkritisi wacana pelarangan penggunaan cadar. Dia menilai, seharusnya Menag mengurus hal yang lebih substantif.
"Karena soal radikalisasi, soal terorisme, dan seterusnya itu bukan soal penampakan, bukan apa yang kelihatan, melainkan ini soal ideologi. Mending Menag urus soal ini dulu," kata Yaqut di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (31/10).
Wakil ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan, pelarangan cadar atau niqab baru boleh dilakukan bila ada bukti secara ideologis berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Sejauh ini, kata Yaqut, dua hal ini tak berkaitan.
"Nah, kalau tidak berhubungan gimana? Karena banyak orang yang pakai cadar itu moderat juga cara berpikirnya, bukan radikal," kata ketua umum Pimpinan Pusat GP Ansor itu.
Yaqut mengingatkan, dari tinjauan budaya, cadar memang merupakan budaya Arab. Namun, menurut dia, kemerdekaan Indonesia juga tak terlepas dari orang-orang yang memiliki garis keturunan Arab. Maka, kata dia, wajar bila ada budaya Arab yang masih melekat dalam sendi kehidupan masyarakat.