Selasa 29 Oct 2019 11:11 WIB

Begini Kronologi Penyekapan Direktur oleh Debt Collector

Seorang direktur disekap terkait utang renovasi hotel senilai Rp 100 juta.

Rep: Flori Sidebang / Red: Friska Yolanda
Garis Polisi
Foto: Antara/Fanny Octavianus
Garis Polisi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat menangkap sebanyak delapan orang terkait tindakan intimidasi serta penyekapan terhadap Direktur Utama PT Maxima, Engkos Kosasih. Penyekapan terhadap Engkos terjadi di Hotel Grand Akoya Taman Sari, Jakarta Barat.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Edy Suranta Sitepu menjelaskan, penyekapan terhadap Engkos bermula saat PT Maxima menjalin kontrak dengan Ucu Suryana selaku pihak kontraktor terkait proyek renovasi Hotel Grand Akoya. Edy menyebut, kedua belah pihak saat itu menyepakati kontrak senilai Rp 31 miliar.

Baca Juga

"Diawali dari adanya kontrak antara PT Maxima selaku pengelola Hotel Grand Hakoya dengan PT Telekomunika yang menerima kontrak, yaitu merehab hotel tersebut, baik merehab kamar, ruang karaoke, maupun parkiran senilai Rp 31 miliar lebih," kata Edy saat dikonfirmasi, Selasa (29/10).

Edy mengungkapkan, Ucu pun memberi uang pada Engkos senilai Rp 100 juta untuk keperluan administrasi dalam hal surat-menyurat. Namun, seiring berjalannya waktu, Ucu menagih uang pada Engkos lantaran proyek tersebut mangkrak.

"Setelah uang diberikan, kemudian kontrak ternyata tidak berjalan. Kemungkinan dari penerima kontrak juga tidak ada dana juga. Sehingga dia (Ucu) meminta uang untuk dikembalikan," ujar Edy.

Untuk menagih uang tersebut, Ucu menggunakan jasa penagih utang (debt collector) melalui PT Hai Sua Jaya Sentosa. Arif yang merupakan bos dari jasa penagih utang tersebut, diberi kuasa oleh Ucu untuk menagih uang sebesar Rp 100 juta.

"Dibuatlah surat kuasa dari PT Telekomunika saudara US dengan memberikan kuasa kepada saudara AB dimana kuasa tersebut ditandatangani kedua belah pihak, dan kemudian si penerima kuasa langsung menemui korban," papar Edy.

Setelah itu, Arif bersama tujuh anak buahnya mendatangi Hotel Grand Akoya tempat Engkos bekerja. Mereka memaksa Engkos untuk menandatangani surat penagihan utang senilai Rp 250 juta.

"Pada saat mereka ketemu di Hotel Grand Akoya, korban ini dipaksa untuk menadatangani surat-surat yang tadinya utangnya Rp 100 juta menjadi Rp 250 juta," jelas Edy. 

Para tersangka menyekap dan mengawasi gerak-gerok Engkos selama lima hari di hotel tersebut. Para tersangka juga meminta Engkos untuk melunasi utangnya tersebut.

"Saudara tersangka AB menunjuk tujuh rekannya untuk mengawasi. Tiga orang di atas (hotel), empat orang di bawah, ke mana-mana korban diikuti menggunakan mobil dan kemudian korban tidak leluasa hanya di dalam kamar tersebut," tutur Edy.

Melihat hal tersebut, salah satu karyawan Engkos akhirnya menguhubungi pihak kepolisian. Mendapat laporan tersebut, polisi segera bergerak ke lokasi kejadian dan meringkus tujuh anak buah Arif, pada Kamis (24/10).

Tujuh orang yang ditangkap itu, yakni Arie, Juarman, Moksen, Husin, Fajar, Fisal, dan Farid. "Korban berhasil kita evakuasi pada saat itu juga," ucap Edy.

Sedangkan, polisi menangkap bos dari PT Hai Sua Sentosa Jaya, yaitu Arif Boamona di sebuah stasiun di Jakarta Timur. Sebab, saat polisi melakukan penangkapan di Hotel Grand Akoya, Arief tidak berada di lokasi. Polisi pun menembakan timah panas ke kaki kanan Arif lantaran ia melakukan perlawanan saat hendak ditangkap.

"Pada saat turun dari kereta, yang bersangkutan berupaya melawan petugas dan AB dan terpaksa kami tindakan tegas kepada yang bersangkutan," jelas Edy. 

Saat ini, polisi juga masih memburu empat pelaku lainnya yang masih buron. Mereka adalah Aldrin, M Adnan, Ongen dan Jimmy. Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 333 KUHP, yaitu merampas kemerdekaan terhadap orang lain. Dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement