REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Parlemen Uni Eropa memberikan pandangan terkait usulan revisi undang-undang KPK. Dalam pernyataan tertulis, Parlemen Uni Eropa menyesalkan perubahan status KPK menjadi badan pemerintah.
"Menyesalkan (regret) usulan legislasi terkait peraturan antikorupsi, yang mana di dalamnya KPK akan menjadi badan pemerintah, dan tidak lagi badan independen. Kami menyerukan perlunya revisi aturan tersebut," sebagaimana tertulis dalam mosi dan resolusi Parlemen Uni Eropa.
Mosi dan resolusi yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa terkait rancangan undang-undang KUHP di Indonesia. Mosi dan Resolusi tersebut diunggah dalam laman Parlemen Uni Eropa (europarl.europa.eu), Rabu (23/10) lalu.
Parlemen Eropa mengamati, Indonesia telah meloloskan aturan kontroversial yang melemahkan KPK. Mereka berpandangan, KPK telah berhasil menangkap ratusan politisi sejak dibangunnya lembaga tersebut pada 2002.
Sementara itu, mereka juga menyoroti UU KUHP terbaru, UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), serta aturan anti legislasi. Menurut Parlemen Uni Eropa, aturan tersebut telah digunakan untuk membatasi pekerja pembela HAM.
Selain menyoroti masalah di atas, Parlemen Uni Eropa juga menyinggung masalah RUU KUHP. Mereka berpandangan, RUU tersebut memungkinkan adanya diskriminasi berbasis gender, agama, dan orientasi seksual. Termasuk pula diskriminasi terhadap minoritas.
Meskipun demikian, Parlemen Uni Eropa tetap menghargai Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Mereka menyatakan, Indonesia merupakan negara demokratis yang cukup stabil, di mana Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.