Jumat 25 Oct 2019 20:44 WIB

BMKG Pasang 194 Seismograf di Seluruh Indonesia

194 seismograf untuk meningkatkan keakuratan informasi dan peringatan Tsunami

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menunjukan peningkatan aktivitas vulkanik Gunungapi Tangkuban Parahu hasil rekam Seismograf, di kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Pos Pengamatan Gunung Tangkuban Perahu, Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (2/8).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Petugas menunjukan peningkatan aktivitas vulkanik Gunungapi Tangkuban Parahu hasil rekam Seismograf, di kantor Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Pos Pengamatan Gunung Tangkuban Perahu, Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memasang 194 sensor seismograf di seluruh Indonesia, Jumat (25/10). Diharapkan keberadaannya mampu meningkatkan performa kecepatan dan keakuratan informasi dan peringatan dini tsunami.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan di wilayah Jawa Barat terpasang 22 seismograf yang tersebar dibeberapa kabupaten. Salah satunya di Kecamatan Pasirjambu dengan kode sensor PBJI.

"Sensor seismograf yang terpasang di Jawa Barat terdiri dari 17 sensor broadband dan sensor 5 minireg," ujarnya melalui keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (25/10).

Disamping untuk merapatkan jaringan, menurutnya sensor tersebut difungsikan untuk mendeteksi dan memantau aktivitas sesar Lembang. Dirinya berharap agar sensor-sensor ini mampu mendeteksi gempa mikro akibat sesar Lembang. 

Ia menambahkan, Indonesia merupakan wilayah yang memiliki aktivitas kegempaan tinggi. Sebab Indonesia adalah wilayah pertemuan lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Laut Filipina.

Sejak 2005 menurutnya, pemerintah telah membangun jaringan seismik untuk monitoring kegempaan dan deteksi tsunami. Dalam perkembangannya, ia menuturkan BMKG memiliki sistem InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System). 

Ia mengungkapkan, sistem tersebut dikembangkan setelah terjadi tsunami Aceh dan dikembangkan serta dibangun tiga tahun hingga 2008 dipergunakan. Keberadaannya katanya terus disempurnakan dan pada 2019 BMKG mempunyai sistem untuk tsunami InaTNT (Indonesia Tsunami Non Tektonik). 

Dirinya menambahkan, pihaknya pada 2020 membangun sistem peringatan dini gempabumi/ Earthquake Early Warning System (EEWS). Dimana sistem yang memiliki metode memanfaatkan selisih waktu kecepatan penjalaran gelombang primer dan sekunder.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement