REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam menilai Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memberikan contoh sikap keteladanan. Risma tidak memiliki ambisi dengan menolak masuk kabinet Presiden Joko Widodo menjelang Pilkada Surabaya 2020.
"Dua kali menolak jadi menteri, Risma betul-betul pemimpin langka, mencintai warga Surabaya dengan segenap jiwanya," kata Surokim di Surabaya, Rabu (23/10).
Menurut dia, sosok Risma cukup unik dan langka karena di saat semua orang berharap bisa menjadi menteri, tapi Risma justru menolak. Risma beralasan ingin menuntaskan jabatannya hingga awal 2021.
"Saya kehilangan kata-kata terhadap Bu Risma. Kok ada orang jenis ini di era saat ini. Luar biasa, semoga Bu Risma selesai menuntaskan jabatan wali kota bisa mendapatkan momentum politik lagi," ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Universitas Trunojoyo Madura (UTM) ini.
Menurut dia, matematika politik Wali Kota Surabaya mungkin tidak sama rumusnya dengan apa yang dipikirkan kebanyakan orang. Makanya, Risma sempat memunculkan lima kriteria calon Wali Kota Surabaya 2020 yang didukungnya, salah satunya tidak ambisi.
Diketahui lima kriteria cawali Surabaya veris Risma, yakni tidak banyak bicara tapi banyak bekerja, banyak mendengarkan untuk prioritas masalah warga, berani hadapi tantangan, banyak akal tidak tergantung banyaknya uang dan tidak punya ambisi jadi wali kota. "Ya saya jadi paham sekarang kenapa Bu Risma mengeluarkan kriteria itu," katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya menyatakan menolak menjadi menteri karena ingin menyelesaikan masa jabatannya sebagai wali kota hingga awal 2021.
Menurut Risma, ia tidak ingin mengingkari amanah yang sudah diberikan warga Surabaya ke pundaknya ketika ia dipilih sebagai wali kota. "Saya harus menjaga kota ini sampai terakhir (masa jabatan). Saya punya prinsip sendiri, boleh kan?" katanya.