REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengungkapkan Menteri Kesehatan RI yang baru akan menghadapi cukup banyak pekerjaan rumah (PR). Dari beragam PR, IDI menilai ada dua permasalahan yang perlu menjadi prioritas utama bagi Menteri Kesehatan RI di dalam program kerjanya.
"Yang pertama mengenai sistem pembiayaan," ungkap Wakil Ketua Umum 1 Pengurus Besar IDI dr Muhammad Adib Khumaidi SpOT saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (23/10).
Saat ini sistem pembiayaan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan lebih terbebani oleh pembiayaan kesehatan yang bersifat kuratif. Menurut hasil audit BPKP, kas BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp 9,1 triliun pada 2018 lalu.
Terkait defisit ini, Adib menilai anggaran kesehatan juga perlu dioptimalkan atau bahkan ditingkatkan untuk pembiayaan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Dengan begitu, pemerintah tidak akan terbebani oleh anggaran yang bersifat kuratif saja dalam pembiayaan kesehatan ke depan.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan revitalisasi layanan primer seperti puskesmas atau fasilitas kesehatan di tingkat I. Revitalisasi agar lebih mengedepankan upaya promotif dan preventif melalui paradigma sehat.
"Kita bicara terkait dengan edukasi kesehatan, kemudian gaya hidup, kemudian juga olahraga dan sebagainya, yang menggerakkan. Proses pemberdayaan masyarakat di dalam upaya upaya kesehatan," jelas Adib.
PR lain yang juga perlu menjadi fokus Menteri Kesehatan RI yang baru adalah terkait pelayanan kesehatan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan, yaitu fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia (SDM).
Terkait fasilitas kesehatan, Adib menilai Kementerian Kesehatan RI perlu berupayauntuk meningkatkan aksesibilitas layanan kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat di berbagai wilayah bisa mendapatkan akses layanan kesehatan yang lebih cepat dan lebih baik.
Sedangkan terkait SDM, Adib mengatakan saat ini Indonesia belum memiliki pemetaan data terkait berapa jumlah kebutuhan tenaga kesehatan dan tenaga dokter di tiap wilayah Indonesia. Pemetaan data diperlukan agar pemerintah bisa memperhitungkan secara tepat mengenai berapa besar kebutuhan SDM dalam pelayanan kesehatan.
"Tapi problemnya sekarang adalah disparitas pelayanan karena maldistribusi," lanjut Adib.
Maldistribusi ini bukan hanya terkait dokter saja tetapi juga tenaga kesehatan secara umum. Pendistribusian dokter dan tenaga kesehatanini perlu disinergikan dengan 'produksi' yang dilakukan oleh institusi pendidikan dan juga kebutuhan masyarakat terkait SDM di bidang pelayanan kesehatan.
"(Kedua hal) ini yang jadi PR utama, yang perlu menjadi prioritas pada saat kita bicara mengenai Kementerian Kesehatan," terang Adib.