REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Unsur pengusaha di dalam Dewan Pengupahan menyebut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar 8,51 persen cukup memberatkan. Pasalnya, ketentuan itu juga berlaku bagi pekerja baru, belum berpengalaman dan yang masih lajang.
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan kenaikan tersebut memberatkan karena kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Hal itu berpengaruh pada beberapa sektor bisnis, seperti ritel akibat pukulan bisnis online dan usaha padat karya karena penurunan daya beli masyarakat.
"Walaupun kenaikan UMP DKI sebesar 8,51 persen, dengan kondisi ekonomi saat ini bagi pengusaha tetap menjadi beban berat," kata Sarman saat dihubungi, Sabtu (19/10).
Kendati demikian, Sarman menyatakan kalangan pengusaha akan menghormati dan mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam menentukan nilai UMP. Meskipun, pengusaha berharap kenaikannya di kisaran Rp 4 juta.
"Kami inginnya UMP naik di kisaran angka Rp 4 juta saja, tapi kalau tidak mampu (membayarnya), kami akan secepatnya mengajukan penangguhan kepada pemerintah," ujar Sarman.
Untuk mekanisme penangguhan tersebut telah diatur dalam PP tersebut. Pengusaha memiliki kesempatan hampir satu setengah bulan untuk mengevaluasi mengenai kemampuan mereka dalam melaksanakan kenaikan UMP 2020 tersebut.
Selain itu, Sarman juga meminta kepada serikat pekerja untuk memahami kondisi perekonomian tanah air. Dia juga menyarankan, mereka tidak menggelar aksi unjuk rasa yang bisa mengganggu iklim bisnis dan investasi.
Upah minimum provinsi (UMP) di Provinsi DKI Jakarta diprediksi naik 8,51 persen atau setara Rp 335.376 menjadi Rp 4.276.349 per bulan pada tahun 2020 mendatang.
Angka sebesar itu diputuskan bila Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta mengikuti Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan bernomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Tahun 2019.