REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) meminta alokasi lahan di ibu kota baru kepada warga Dayak sebanyak 5 hektare per kepala keluarga (KK). Permintaan tersebut juga dibarengi dengan permintaan sertifikat gratis bagi setiap desa yang memiliki hutan adat dengan luas minimal 10 hektare.
Wakil Bendahara Umum MADN Dagut Djunas menyampaikan, kondisi masyarakat adat Dayak saat ini makin terjepit dengan minimnya kepemilikan lahan dan hutan adat oleh masyarakat suku Dayak. Dia juga menuntut penyediaan sertifikat gratis terhadap pemberian 5 hektare lahan yang bakal dialokasikan nanti.
“Dengan kehadiran investor, nanti bisa dibuat kerja sama sehingga masyarakat kita bisa menghasilkan. Artinya, keinginan punya tanah 5 hektare per KK kita minta ke pemerintah,” kata Dagut, di Kementerian PPN, Jakarta, Kamis (17/10).
Dari 285 desa yang ada di Kalimantan Tengah, dia menjelaskan, saat ini keberadaan hutan adat sudah tidak ada. Untuk itu selain pemberian lima hektare tanah kepada masyarakat Dayak, pemerintah juga diminta untuk menyusun pemberian hutan adat dengan minimal luas 10 hektare.
Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya akan menyampaikan aspirasi permintaan lima hektare lahan per KK itu kepada lembaga dan kementerian teknis terkait. Artinya, kata dia, pemerintah akan berupaya mengakomodasi permintaan dan aspirasi masyarakat Dayak tersebut.
“Tentunya nanti kita sampaikan ke Kementerian ATR (Agraria dan Tata Ruang),” kata Bambang.
Pemerintah telah menetapkan pemindahan ibu kota ke wilayah Kalimantan yakni tepatnya di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Rencana pembangunan IKN tersebut diperidiksi bakal membutuhkan lahan kurang lebih 160.182 hektare dan untuk tahap awal akan dibangun di 3.000 lahan.
Pemerintah juga mengklaim memiliki 180 ribu hektare lahan. Mayoritas lahan di wilayah IKN baru didominasi dengan hutan.