Kamis 17 Oct 2019 08:02 WIB

Revisi UU KPK Berlaku Hari Ini: Akhir Kisah OTT KPK?

Karena di undang-undang yang baru itu (KPK) jelas bukan penyidik, bukan penuntut.

Pekerja membersihkan logo KPK, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (5/8).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Pekerja membersihkan logo KPK, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo berharap tak ada lagi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) terhadap para kepala daerah menyusul gencarnya penindakan KPK dua hari belakangan. Oleh Ketua KPK Agus Rahardjo, harapan itu ditakutkan terkait dengan mulai berlakunya revisi Undang-Undang KPK (UU KPK) yang bakal membatasi kemampuan OTT KPK.

Hal itu disampaikan Tjahjo Kumolo menanggapi operasi tangkap tangan OTT KPK atas Wali Kota Medan Dzulmi Eldin pada Selasa (15/10) malam. "Baru kemarin saya mengatakan ini (OTT Bupati Indramayu, Supendi) yang terakhir, tapi pagi hari ini ada OTT lagi, Wali Kota Medan. Tapi, tetap kita gunakan asas praduga tidak bersalah, ini yang paling akhir," ujar Tjahjo disambut tawa hadirin Rapat Koordinasi Nasional Simpul Strategis Pembumian Pancasila di Hotel Merlyn Park, Jakarta Pusat, Rabu (16/10).

Baca Juga

Ia menjelaskan, pada Selasa, Kementerian Dalam Negeri mengadakan acara dengan pembicara Ketua KPK Agus Rahardjo. Kegiatan itu dihadiri 800 perwakilan pemerintah daerah dari berbagai daerah di dalam rangka sosialisasi Peraturan Mendagri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah.

Selain itu, kata Tjahjo, acara itu juga membicarakan starategi nasional pencegahan korupsi dan sistem informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah. Ia menyebutkan di hadapan Ketua KPK, "Kemarin juga kami sampaikan pada Ketua KPK, mudah-mudahan OTT KPK kepala daerah Kabupaten Indramayu itu yang terakhir," kata Tjahjo.

Tjahjo juga menambahkan, selama lima tahun ia menjabat sebagai mendagri, sudah ada lebih dari 119 kepala daerah terjaring OTT KPK. Jumlah itu belum termasuk kasus korupsi yang melibatkan kepala dinas dan anggota DPRD, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

photo
OTT Walikota Medan. Wali Kota Medan Dzulmi Eldin (kiri) bersama penyidik KPK tiba di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Sebagaimana diketahui, KPK melakukan OTT terhadap Wali Kota Medan Dzulmi Eldin pada Selasa (15/10) malam. KPK mengamankan barang bukti sekitar Rp 200 juta dari OTT tersebut. "Uang yang diamankan lebih dari Rp 200 juta. Diduga, praktik setoran dari dinas-dinas sudah berlangsung beberapa kali. Tim sedang mendalami lebih lanjut," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (16/10).

Dari OTT yang dilakukan Selasa malam sampai Rabu dini hari di Medan, tujuh orang diamankan. Perinciannya terdiri atas unsur kepala daerah/wali kota, kepala Dinas PU, protokoler, ajudan wali kota, dan swasta. Sesuai KUHAP, KPK mempunyai waktu maksimal 24 jam untuk menentukan status hukum perkara dan orang-orang yang ditangkap tersebut.

Adapun terhadap Bupati Indramayu Supendi yang ditangkap pada Senin (14/10), KPK telah menetapkan status tersangka. Pemimpin daerah yang baru menjabat 11 bulan itu diduga menerima uang sebesar Rp 200 juta untuk suap pengaturan proyek pengadaan jalan, Carsa AS selaku pihak swasta untuk mendapatkan tujuh proyek. Nilai proyek tersebut sebesar Rp 15 miliar.

Pada Selasa malam, Ketua KPK Agus Rahardjo justru mempertanyakan pernyataan Tjahjo yang berharap OTT KPK tidak ada lagi di pemerintahan kedua Jokowi. "Pak Menteri tadi sudah menyampaikan harapannya pemerintahan kedua tidak ada OTT lagi. Tapi saya enggak tahu dan bertanya-tanya, tidak ada OTT ini karena arah kita ke pencegahan atau KPK dimatikan," tutur Agus.

Sebab, menurut dia, sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang sempat disebut akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas UU KPK hasil revisi yang dinilai melemahkan KPK.

Agus menyatakan telah bertanya kepada Tjahjo yang juga menjabat sebagai pelaksana tugas menteri hukum dan HAM.

"Saya enggak tahu sampai hari ini, karena saya tanya Pak Menteri tadi sebagai pelaksana tugas menkumham juga beliau belum bisa menjawab," kata Agus.

Bahkan, Agus juga melontarkan pernyataan di hadapan hadirin yang merupakan perwakilan pemerintah daerah. Agus mengatakan, kemungkinan para penyelenggara pemerintahan daerah akan senang jika memang KPK tak bisa lagi menangkap tangan para pelaku korupsi seiring berlakunya UU KPK hasil revisi pada 17 Oktober 2019 ini.

"Karena di undang-undang yang baru itu (KPK) jelas bukan penyidik, bukan penuntut. Dengan cara begitu kan kemudian mungkin tak ada OTT lagi. Mungkin yang senang bapak-ibu di daerah. Tinggal dua hari lagi. Kami menunggu harus seperti apa. Jadi, di KPK menunggu saja," tutur Agus disambut tepuk tangan hadirin.

photo
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo usai sosialisasi Permendagri Nomor 70 Tahun 2019 tentang sistem informasi pemerintah daerah di Jakarta, Selasa (15/10).

Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, memastikan UU KPK yang baru akan berlaku mulai 17 Oktober 2019. UU KPK itu akan berlaku secara otomatis setelah disahkan DPR RI 30 hari lalu pada 17 September 2019. "Besok mulai jam 00.00 UU 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini akan langsung berlaku," ujar anggota Komisi III DPR itu di Kompleks Parlemen Senayan, kemarin.

UU KPK itu diketahui masih belum ditandatangani Jokowi hingga Rabu. Namun, berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP), UU tersebut akan berlaku otomatis setelah 30 hari disahkan DPR meski tidak ditandatangani presiden.

Pihak Sekretariat Negara (Setneg) sempat menyebut Jokowi belum menandatangani karena adanya salah ketik dalam draf UU tersebut. Namun, Masinton mengatakan, DPR RI sudah mengirim kembali perbaikan UU tersebut pada Selasa. "Sudah dikirimkan surat perbaikan dalam revisi UU 30/2002 ke Setneg, dan 17 Oktober ini otomatis sudah berlaku menjadi UU, terlebih dahulu dicatatkan di lembaran negara," kata Masinton.

Anggota Panitia Kerja Revisi UU KPK itu menjelaskan, yang menjadi perbaikan adalah terkait usia pimpinan KPK. UU KPK yang baru mensyaratkan agar pimpinan KPK minimum berusia 50 tahun.

Masinton pun menambahkan, perkara yang ditangani KPK tetap dapat dilanjutkan. "Jadi, perkara-perkara yang lama tetap disidik oleh KPK sesuai UU baru dan jika belum ada aturan yang jelas bisa menggunakan UU lama. Tergantung gelar perkara kembali di penyidik, komisioner, maupun dewan pengawas nanti," ujar dia. n Mimi Kartika, Arif Satrio Nugrohoed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement