Selasa 15 Oct 2019 15:40 WIB

JK tak Setuju Amendemen UUD 1945 Secara Menyeluruh

Sebaiknya amendemen terbatas untuk kembalikan wewenang MPR untuk susun GBHN

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK)
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tidak setuju jika ada keinginan untuk mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 secara menyeluruh. JK menilai, jika memang amandemen dilakukan, sebaiknya terbatas untuk menyembalikan wewenang MPR untuk menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Iya, (amandemen) sangat terbatas," ujar JK saat ditemui di sela kunjungan di Kampus UIII, Depok, Jawa Barat, Selasa (15/10).

JK beralasan, tidak perlu amendemen keseluruhan, lantaran amendemen UUD 1945 sudah dilakukan hingga empat kali sejak 1999.

"Kita kan sudah mengamendemen tahun 2002 dan itu sudah memenuhi aspirasi pada saat itu, tentu ada aspirasi baru dalam selama Pemerintah ini, hampir 20 tahun, tentang GBHN," ujar JK.

Namun demikian, JK menyebut ada konsekuensi jika kembali menghidupkan GBHN kembali dalam amendemen UUD 1945.

"Perubahannya adalah presiden tidak perlu lagi visi misi, hanya bagaimana cara-caranya melaksanakan GBHN itu. Itu konsekuensinya kalau ada GBHN itu." ujarnya.

Karenanya, JK menilai mesti ada kesepakatan di awal jika amandemen UUD 1945 tersebut ingin tetap berlanjut secara terbatas. Itu kata JK, agar amandemen tidak akan merugikan masyarakat.

"Yang (penting) tentu ada dulu kesepakatan awal," ujar JK.

Wacana amendemen terbatasa UUD 1945 terus bergulir di MPR. Namun, fraksi-fraksi di MPR RI belum bersepakat soal wacana amendemen UUD 1945 yang menjadi rekomendasi MPR pada periode sebelumnya. Tiap fraksi masih memiliki pandangan yang berbeda-beda soal amandemen tersebut, apakah terbatas atau secara keseluruhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement