REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menanggapi adanya rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara menyeluruh. Bamsoet menegaskan kesepuluh pimpinan MPR akan berhati-hati dalam mengakomodasi seluruh aspirasi masyarakat.
"Intinya kami akan mendengarkan dan menampung berbagai aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat terkait konstitusi kita. Tapi bisa saya pastikan amandemen tidak akan jadi bola liar, kami akan menggiringnya sesuai kehendak rakyat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (15/10).
Ia memahami, sembilan fraksi dan satu kelompok DPD memiliki pandangan yang berbeda mengenai amendemen. Oleh karena itu, menjadi tugas pimpinan MPR untuk merangkum dan mengharmonisasikan aspirasi fraksi itu harus sesuai kehendak mayoritas masyarakat Indonesia.
"Kalau bicara soal perbedaan pasti suami istri aja ada perbedaan apalagi fraksi-fraksi, apalagi parpol nah tugas kami adalah merangkum semua itu jadi sangat butuh kepiawaian pimpinan MPR 10 orang ini untuk mengharmonisasikan semua keinginan di tengah masyarakat," ujarnya.
Ia juga memastikan, tidak ada target waktu bagi MPR untuk mengamandemen undang-undang. Menurutnya hal itu bergantung dinamika masyarakat dan dinamika politik dua hingga tiga tahun mendatang.
"Saya pastikan apabila mayoritas masyarakat menghendaki amendemen pasti kita amandemen. Tapi kalau masyarakat tidak menghendaki, maka keputusannya adalah tidak perlu kita amendemen," ungkapnya.
Sebelumnya Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyepakati amandemen Undang-Undang Dasar 1945 bersifat menyeluruh. Sifat menyeluruh ini terkait dengan tata kelola negara serta tantangan masa kini dan masa depan.
Surya Paloh menjelaskan dirinya dan Prabowo Subianto ingin amandemen UUD 1945 tidak terbatas menghidupkan kembali GBHN. Salah satu hal yang disinggung oleh Surya Paloh, yakni penyelenggaraan pemilihan umum.
"Banyak hal masalahnya, misalnya katakan pemilu serempak. Rumusan masalah konstitusi berdasarkan tafsiran dari pada UUD. Kita pikirkan bersama harus lanjut lima tahun ke depan pemilu serentak, atau kembali berpisah, pemilu legislatifnya, pilpresnya," ujar Surya Paloh.