Selasa 15 Oct 2019 08:24 WIB

Istana: Perppu KPK Masih Perlu Waktu

Polisi larang aksi unjuk rasa di Jakarta hingga 20 Oktober.

Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana Kepresidenan memberi sinyal bahwa penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum diterbitkan dalam waktu dekat. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Adita Irawati, menjelaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mendengarkan masukan dari banyak pihak terkait topik ini, tak hanya dari satu sisi, seperti mahasiswa.

"Banyak yang bertanya ini mahasiswa memberi tuntunan deadline hari ini, ya beliau kan mendengarkannya dari berbagai pihak. Juga mempelajari lagi salinan yang dari DPR. Jadi, mungkin masih memerlukan waktu," kata Adita, Senin (14/10).

Meski begitu, Adita mengaku tak tahu-menahu kapan beleid yang akan mengoreksi pengesahan UU Nomor 30 Tahun 2002 bisa diterbitkan. "Saya sih kok sepertinya tidak hari ini ya, sepertinya," ujar dia.

Dalam pertemuan antara Kepala Staf Presiden Moeldoko dan perwakilan mahasiswa pada awal Oktober lalu, mahasiswa mendesak Presiden Jokowi menerbitkan perppu. Selain itu, perwakilan mahasiswa juga menyampaikan tujuh tuntutan penuntasan agenda reformasi yang sebelumnya disuarakan saat demonstrasi di jalanan. Mereka memberi waktu penerbitan perppu hingga 14 Oktober 2019, sebelum kembali turun ke jalan dengan jumlah massa yang lebih besar.

Sementara itu, tidak ada demonstrasi mahasiswa sepanjang Senin. Meski begitu, sebanyak 5.500 personel gabungan dari TNI-Polri dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta disiagakan untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa.

Satu unit mobil meriam air atau water canon disiagakan di samping pintu masuk Monumen Nasional, tepat di depan Istana Kepresidenan sejak Senin pagi. Mobil itu terparkir di perempatan Jalan Merdeka Utara dalam kondisi mesin menyala. "Baru (Senin) pagi tadi disiagakan, katanya akan ada demo mahasiswa," kata Cawang, petugas penjaga keamanan dalam Monas.

Sejumlah truk dan bus yang membawa anggota polisi tampak masuk ke dalam kawasan Monas untuk melakukan apel pagi. Sekitar pukul 07.51 WIB, sebanyak tiga gelombang anggota Brimob berpakaian serbahitam keluar dari kawasan Monas bergerak ke lokasi mobil water canon disiagakan.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono, pihaknya memang belum menerima pemberitahuan terkait unjuk rasa Senin. Kasubdit Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya AKBP M Nasir mengaku telah menurunkan 315 personel yang melakukan rekayasa lalu lintas sejak pagi. "Kami turunkan 315 personel untuk menjaga ketertiban lalu lintas sekaligus antisipasi demo," ujarnya.

Pada Senin, pimpinan DPR dan aparat keamanan dari Komando Daerah Militer (Kodam) Jayakarta, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri melakukan rapat koordinasi terkait keamanan menjelang pelantikan Jokowi- Ma'ruf. Hasilnya, Polda Metro Jaya memutuskan tidak akan menerbitkan perizinan penyampaian aspirasi mulai hari ini hingga Ahad (20/10).

"Kami akan memberlakukan mulai (Selasa) besok sampai 20 Oktober. Kalau ada pihak yang mau memberitahukan terkait unjuk rasa, kami akan memberi diskresi tidak akan memberikan perizinan. Tujuannya agar kondisi tetap kondusif," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Purnama.

Panglima Kodam Jayakarta Mayor Jenderal Eko Margiyono menambahkan, sesuai keputusan tersebut, kalau ada yang unjuk rasa, akan dicap ilegal. "Oleh karena itu, kami sudah menyiapkan parameter yang sudah disiapkan di sekitaran gedung DPR/MPR ini. Kami sudah buat pengamanan seperti saat menghadapi unjuk rasa beberapa hari lalu. Tidak ada yang spesifik," ujar Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement