REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat sudah ada 489 korban terorisme yang mereka lindungi. Jumlah pemberian layanan untuk para korban tersebut berjumlah 974 layanan, mayoritas merupakan layanan pemberian kompensasi.
"Tercatat ada 489 orang yang menjadi terlindung LPSK dengan jumlah layanan mencapai 974 layanan," ujar Wakil Ketua LPSK Bidang Hak Saksi dan Korban, Antonius Wibowo, dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (14/10).
Jumlah layanan tersebut terdiri dari beberapa layanan. Pertama 210 layanan pemenuhan hak prosedural seperti pendampingan terhadap terlindung di persidangan.
Lalu ada 127 layanan medis untuk kesehatan terlindung pascakejadian terorisme. Kemudian ada 92 layanan psikologis, 179 layanan psikososial, dan 375 layanan pemfasilitasian pemberian kompensasi.
"Banyak korban terorisme yang kejiwaannya, psikologisnya, mentalnya harus dihealing. Untuk psikososial mencakup misalnya bantuan untuk mendapatkan pekerjaan kembali," jelasnya.
Untuk pemfasilitasian pemberian kompensasi, LPSK telah menunaikan hak 46 korban terorisme. Jumlah nilai yang telah dibayarkan kepada para korban itu mencapai angka Rp 3.831.160.322. LPSK saat ini juga tengah mengusahakan pembayaran kompensasi terhadap empat korban terorisme di Cirebon dan Lamongan sebesar Rp 450.339.525.
"Nilai yang dibayarkan kepada korban tentunya bervariasi sesuai dengan putusan pengadilan yang merujuk pada penghitungan yang dilakukan LPSK," jelasnya.
Ia menjelaskan, LPSK telah melakukan tindakan proaktif terhadap korban terorisme sejak peristiwa Bom Thamrin pada 2016 lalu. Pun begitu dalam peristiwa Bom Gerejandi Samarinda, Bom Kampung Melayu, penyerangan Mako Brimob, dan Peristiwa Bom Surabaya.
"Langkah LPSK ini diadopsi dalam UU No. 5/2018 sebagai model penanganan korban sesaat setelah peristiwa," kata dia.