Senin 14 Oct 2019 09:20 WIB

Pascagempa, Warga Maluku Sepekan Hidup tanpa Listrik

Jaringan listrik putus akibat tertimbun material longsoran akibat gempa.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Karta Raharja Ucu
Sejumlah pengungsi korban gempa bumi memperbaiki tenda yang ditempatinya di lokasi pengungsian Desa Waai, Pulau Ambon, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (5/10). Para pengungsi tersebut mengungsi ke hutan dan menempati tenda-tenda yang dibangun sendiri pascagempa yang mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya, Kamis (26/9).
Foto: ANTARAFOTO/Izaac Mulyawan
Sejumlah pengungsi korban gempa bumi memperbaiki tenda yang ditempatinya di lokasi pengungsian Desa Waai, Pulau Ambon, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Sabtu (5/10). Para pengungsi tersebut mengungsi ke hutan dan menempati tenda-tenda yang dibangun sendiri pascagempa yang mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya, Kamis (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Sejumlah warga korban gempa bumi di Provinsi Maluku mengeluhkan belum normalnya pasokan listrik. Sudah sepekan korban gempa hidup tanpa listrik. Salah satu wilayah yang mengalami gangguan demikian adalah Desa Tengah-Tengah, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.

Kepala Desa Tengah-Tengah Muhammad Maruapey mengaku sudah melaporkan ke cabang Maluku dan Maluku Utara (MMU) untuk segera mengatasi persoalan tersebut. Menurut dia, padamnya listrik mulai dirasakan masyarakat setempat terutama sejak gempa susulan yang mengguncang wilayah tersebut pada 6 Oktober 2019.

"Sudah lebih dari sepekan warga Negeri Tengah-Tengah tinggal dalam kegelapan karena jaringan listrik putus akibat tertimbun material longsoran saat gempa pada 6 Oktober lalu," ujar Muhammad Maruapey saat dihubungi Antaradi Ambon, Maluku, Ahad (13/10).

Aparat desa setempat telah berkomunikasi dengan Pemerintah Pro vinsi (Pemprov) Maluku dan PT PLN MMU. Namun, hingga sepekan terakhir arus listrik di Desa Tengah- Tengah tidak kunjung normal.

Maruapey mengatakan, pihak PT PLN setempat telah mengonfirmasi adanya kendala berupa tumpukan tanah bekas longsor di ruas jalan yang menuju Desa Tengah- Tengah. Akibatnya, perusahaan tersebut belum bisa memperbaiki jaringan listrik yang terputus.

Sementara itu, lanjut Maruapey, Badan Penanggulangan Bencana Dae rah (BPBD) dan Dinas Pe ker jaan Umum (PU) Kabupaten Ma luku Tengah mengaku belum bisa mengerahkan alat-alat berat ke lokasi bekas longsor. Sebab, kondisi tebing di sekitar jalan yang menuju Desa Tengah-Tengah masih labil. BPBD dan Dinas PU setempat mengkhawatirkan longsor kembali terjadi ketika gempa susulan mengguncang.

Bagaimanapun, Maruapey berharap, pihak PLN dan Pemprov Maluku dapat mengambil langkah antisipasi. Tidak perlu menunggu pembersihan longsoran tanah. Misalnya, kawasan perdesaan tersebut dapat dialiri listrik yang ber asal dari pemasangan genset.

Deputi Infrastruktur Bisnis Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Hambra Samal mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi untuk menormalkan pasokan listrik di Maluku, khususnya Desa Tengah-Tengah. Dia mengaku, akan mempertimbangkan usulan pengoperasian genset sebagai solusi sementara di sana.

"Saya akan koordinasi dan bicarakan usulan yang ditawarkan Peme rintah Negeri (Desa) Tengah-Tengah tersebut. Soal bisa atau tidak, akan saya informasikan lagi karena terpenting adalah pelayanan kepada masya rakat lebih diutamakan," ujar Ham bra Samal di Ambon, Maluku, Ahad (13/10).

Pulau Ambon dan sekitarnya diguncang gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,5 pada 26 September 2019. Jumlah pengungsi pascagempa tersebut hingga Selasa (8/10)men capai 170.900 jiwa. Mereka tersebar di Kota Ambon (5.980 jiwa), Kabu paten Maluku Tengah (90.833 jiwa), dan Kabupaten Seram Bagian Barat (74.087 jiwa).

Jumlah korban meninggal sebanyak 39 orang, yakni 11 orang di Kota Ambon, 17 orang di Maluku Tengah dan 11 orang di Seram Bagian Barat. Jumlah korban luka-luka, baik ringan maupun berat, tersebar di Kota Ambon (32 orang), Maluku Te ngah (1.142 orang), dan Seram Bagian Barat (396 orang).

Dalam beberapa pekan pascabencana tersebut, gempa susulan dengan intensitas yang semakin mengecil melanda Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Hing ga Kamis (10/10), sebanyak 1.316 gempa susulan terjadi di Provinsi Maluku. Dari jumlah ter sebut, sebanyak 153 guncangan dirasakan langsung masyarakat setempat.

Menurut peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan In donesia (LIPI) Eko Yulianto, sebagian besar wilayah Indonesia berada di zona sub duksi sehingga gempa menjadi fenomena yang tak terhindarkan. Karena itu, dia meminta pemerintah dan masyarakat untuk membudayakan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.

Katakanlah gem pa-gem pa dengan skala lima sekalipun di In donesia itu rata-rata setahun bisa terjadi 400 kali. Malah hampir 500 kali. Artinya, kalau dari kejadian statis tik rata-rata, itu memang seperti itu, ujar Eko saat dihubungi Republika, Ahad (13/10).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement