REPUBLIKA.CO.ID, IZN, istri mantan Komandan Distrik Militer (Kodim) 1417 Kendari, Kolonel Kaveleri HS, menangis saat acara serah terima jabatan Komandan Distrik Militer 1417 di Aula Sudirman Korem 143 Haluoleo, Sabtu (12/10). Kolonel HS dicopot dari jabatannya, setelah IZN memasang unggahan di media sosial bernada nyinyir terkait kasus penusukan Menko Polhukam Wiranto.
Terlihat IZN, meneteskan air mata saat berpelukan dan berjabat tangan dengan sejumlah pejabat Kodim 1417 Kendari, usai acara serah terima jabatan Komandan Ditarik Militer 1417 Kendari. Meskipun meneteskan air mata, IZN tetap terlihat tegar, yang disertai dengan senyuman kepada para pejabat Kodim. Selain IZN terlihat pula istri pejabat Kodim lainnya juga meneteskan air mata.
Komandan Resort Militer 143 Haluoleo Kolonel Infantri Yustinus Nono Yulianto mengatakan mutasi komandan lingkup Tentara Nasional Indonesia (TNI) hal yang lumrah. "Pergantian Komandan Distrik Militer 1417 Kendari patut menjadi pelajaran berarti bagi prajurit mau pun istri prajurit. Apa yang menimpa mantan Dandim Kendari merupakan keputusan final pimpinan," kata Danrem Yustinus.
Kolonerl HS yang baru menjabat sekitar tiga bulan menggantikan Letkol Fajar Lutvi Haris Wijaya diberhentikan dari jabatan karena dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer. Selain dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dari jabatan Kodim 1417 Kendari, HS juga diganjar sanksi militer berupa penahanan ringan selama 14 hari.
Unggahan istri mantan Dandim 1417 Kendari itu, diduga melanggar Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. IZN berpotensi diproses secara pidana menyusul unggahannya.
Kolonel HS ikhlas menerima keputusan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa yang memberhentikan dirinya dari jabatan Dandim 1417 Kendari. HS yang pernah bertugas sebagai atase darat pada KBRI di Moskow, Rusia pun siap menjalankan keputusan institusi.
"Saya prajurit yang setia dan hormat keputusan pimpinan. Saya dan keluarga ikhlas menerima keputusan komandan," kata HS, Sabtu (13/10).
Kolonel HS tidak sendiri. Seorang staf Lanud Muljono Surabaya juga harus menjalani proses hukum disiplin militer karena sang istri mengunggah komentar tidak pantas di media sosial terkait insiden penusukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto. Ia ditahan selama 14 hari dan dicopot dari jabatannya.
"Peltu YNS, bintara staf Lanud Muljono Surabaya, harus menjalani proses hukum disiplin militer karena perbuatan istrinya, FS, yang mengunggah komentar bernuansa fitnah dan tidak pantas di media sosial Facebook terkait insiden penikaman Menkopolhukam," jelas Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsma TNI Fajar Adriyanto, melalui keterangan pers, Jumat (11/10).
Fajar menjelaskan, mengacu pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, setiap prajurit TNI wajib patuh kepada atasan dan tidak membantah perintah atau putusan. Tindakan hukum untuk Peltu YNS dilakukan karena ia tidak mengindahkan perintah Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) yang disampaikan melalui telegram.
"Agar seluruh prajurit TNI AU beserta keluarga harus bijak dalam menggunakan media sosial dan selalu menjaga citra TNI AU di mata masyarakat," katanya.
Menurut Fajar, apa yang dilakukan oleh FS, istri dari Peltu YNS, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Ia mengunggah komentar yang mengandung unsur fitnah, tidak sopan, dan penuh kebencian terhadap Wiranto.
"Langkah pertama proses hukum Peltu YNS oleh penyidik Pomau yakni dengan melakukan penahanan ringan/sementara 14 hari dan dicopot dari jabatannya untuk selanjutnya menjalani proses penyidikan selanjutnya," tutur Fajar.
Ia kemudian mengingatkan seluruh keluarga besar TNI AU tentang pentingnya sikap bijak dalam menggunakan media sosial. Menghindarkan diri dari tindakan penyebaran berita hoaks dan fitnah atau informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya perlu untuk dilakukan.
"Bagi mereka yang tidak menaati perintah pimpinan TNI AU maka risikonya akan berhadapan dengan hukum disiplin militer," jelas dia.
FS juga dilaporkan olah anggota POM AU ke Polres Kota Sidoarjo. Kapolresta Sidoarjo, Komisaris Besar Polisi Zain Dwi Nugroho, membenarkan terkait dengan pelaporan POM AU mengenai dugaan tindak pidana ITE dengan terlapor FS.
"Saya sampaikan benar tadi malam SPKT Polresta Sidoarjo telah menerima laporan tersebut, saat ini sedang dalam penanganan dengan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi," katanya melalui pesan WhatsApp, Sabtu (12/10).
Pihaknya juga meminta kepada rekan media untuk memberikan waktu supaya fokus dalam menangani perkara tersebut. Disinggung terkait dengan kemungkinan dilakukannya penahanan terhadap terlapor, dirinya belum bisa memastikan lebih jauh atas kasus ini.
"Sabar," ujarnya.
Kolonel Kav HS (kiri) menyaksikan Kolonel Inf Alamsyah (kanan) diambil sumpahnya sebagai Komandan Kodim 1417 Kendari saat upacara serah terima jabatan di Aula Tamalaki Korem 143 Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (12/10/2019).
Kritik terhadap TNI
Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, kasus pencopotan dua anggota TNI akibat postingan istri mereka bernada nyinyir, seharusnya mengutamakan asas praduga tak bersalah. Menurut dia, seharusnya ada penyelidikan terlebih dahulu sebelum pemberian hukuman disiplin.
"Pada kasus Dandim Kendari ini ada satu asas penyelenggaraan hukum disiplin militer yang menurut saya dilanggar, yaitu asas praduga tak bersalah," ujar Khairul saat dihubungi Republika melalui pesan singkat, Sabtu (12/10) malam.
Khariul pun menilai penghukuman terhadap Dandim Kendari dan dua prajurit TNI lainnya dinilai tergesa-gesa. Pengambilan keputusan penghukuman itu juga dilihat sebagai sikap yang reaktif, sikap yang tak tepat dilakukan oleh sebuah institusi negara.
"Jika merujuk pada UU No. 25/2014, penghukuman itu menurut saya dilakukan tergesa-gesa," kata Khairul.
Penghukuman itu, kata dia, menunjukkan sikap yang reaktif dalam penanganan masalah. Itu menyebabkan, pengambilan keputusan itu tampak berlebihan dan melampaui prosedur yang semestinya.
"Artinya, harus dilakukan pemeriksaan yang cukup. Bentuk hukuman yang mungkin dijatuhkan juga kan beragam dari ringan hingga berat. Mulai dari teguran hingga pemecatan," kata dia.
Menurut Fahmi, hukuman terhadap Dandim Kendari termasuk berat, yakni dicopot dari jabatannya dan ditahan. Ia melihat penghukuman itu sebagai sesuatu yang berlebihan. Apalagi jika melihat belum ada upaya hukum apa pun yang dilakukan kepada istrinya.
"Apakah setimpal? Ini yang saya lihat berlebihan. Apalagi belum ada upaya hukum apa pun yang dilakukan pada si istri yang diduga melakukan pelanggaran hukum terkait komentarnya di media sosial," jelasnya.
Ia mengatakan, sikap reaktif yang ditunjukkan dalam kasus ini tidak tepat dilakukan oleh TNI sebagai salah satu institusi negara. Meski di sisi lain, ia menyebutkan, masalah moral dan etika yang diduga menjadi pangkal persoalan juga tidak dapat dibenarkan.
"Saya kira nggak tepat dilakukan oleh sebuah institusi negara, meski problem moral etika seperti yg diduga menjadi pangkal persoalan, juga tak bisa dibenarkan," terangnya.