REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego menilai presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) ingin merangkul kawan dan lawan dalam membangun kabinet pada periode kedua pemerintahannya. Apalagi, lima tahun ke depan merupakan periode terakhirnya memimpin Indonesia.
Untuk itu, Jokowi menggunakan manajemen gotong royong dalam membentuk kabinetnya. "Pak Jokowi nampaknya ingin membuat sebanyak mungkin kawan daripada lawan, semuanya mau dirangkul olehnya," ujar Indria, Ahad (13/10).
Tanda bahwa Jokowi ingin merangkul lawannya, yakni pertemuan dengan Prabowo Subianto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pertemuan itu mengindikasikan mantan gubernur DKI Jakarta itu juga membutuhkan dukungan dari partai oposisi pada periode terakhirnya ini.
"Jokowi memerlukan dukungan siapa pun, apalagi Prabowo yang mantan rival dan ketua umm Partai Gerindra adalah pemenang ketiga dalam pemilu," ujar Indria.
Dengan merangkul partai yang tadinya merupakan oposisi, ia mengataka, akan sedikit meringankan kerja Jokowi untuk lima tahun ke depan. Sebab, koalisi dan oposisi akan berada dalam satu wadah.
"Kalau (Gerindra atau Demokrat) bisa dikasih jabatan menteri, jabatan wakil menteri juga bisa menjadi pilihan. Jadi manajemen gotong royong juga dalam kabinetnya nanti," ujar Indria.
Presiden Joko Widodo melangsungkan pertemuan dengan Ketum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Kamis (10/10). Selanjutnya pada Jumat (11/10), Jokowi melakukan pertemuan dengan Prabowo.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga sudah membuka peluang terhadap partai politik di luar koalisi Jokowi yang ingin bergabung. Sebab, semangat PDIP adalah semangat gotong royong.
"PDIP semangatnya adalah semangat gotong royong. Negara yang besar ini harus dikelola secara bersama sehingga sikap kita membuka diri terhadap kerja sama itu," ujar Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah.