Sabtu 12 Oct 2019 02:00 WIB

BPJS Kesehatan Telah Biayai 134 Juta Warga

Pengeluaran BPJS lebih banyak daripada pemasukannya.

Rep: Nawir Arsyad/ Red: Muhammad Hafil
 Petugas membagikan kartu BPJS kesehatan kepada warga   di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Petugas membagikan kartu BPJS kesehatan kepada warga di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (24/4). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah membiayai 134 juta jiwa lewat segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Jumlah tersebut setara dengan 60 persen dari jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tanggung oleh BPJS Kesehatan.

Namun, pengeluaran yang harus dibayarkan BPJS Kesehatan lebih banyak ketimbang pemasukannya. Ada ketidakseimbangan antara pendapatan (iuran) dan pengeluaran (pembiayaan manfaat), yang klaimnya mencapai 116,65 persen.

"Besaran iuran yang terlalu rendah dibandingkan besaran pengeluaran peserta per bulan per tahun memberikan andil terhadap defisit JKN," ujar Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Ahmad Ansyori di Gedung Faculty Club Universitas Indonesia, Depok, Kamis (10/10).

Ia menjelaskan, setiap tahunnya ada penumbuhan yang signifikan dari peserta BPJS Kesehatan. Namun, hal tersebut tak diimbangi oleh peningkatan kolektabilitas iuran khususnya peserta mandiri.

Sehingga, pihaknya menilai perlu adanya peningkatan iuran BPJS Kesehatan. Hal itu dilakukan sebagai upaya menjaga keberlangsungan program JKN.

"Kenaikan iuran itu memang diperlukan, jangan sampai program JKN yang telah dirasakan manfaatnya oleh penduduk Indonesia terganggu keberlangsungannya," ujar Ahmad.

Sementara itu, Deputi Direksi Bidang Riset dan Pengembangan BPJS Kesehatan Benjamin Saut mengungkapakan bahwa jumlah penderita penyakit katastropik yang bertambah setiap tahunnya. Hal itu juga yang menyebabkan beban pembayaran BPJS Kesehatan bertambah.

"Jumlah biaya katastropik pembebanan Januari sampai dengan Desember 2018 sebesar Rp 20,42 triliun dan Januari sampai dengan Mei 2018 sebesar Rp 20 triliun," ujar Benjamin di lokasi yang sama.

Ia menjelaskan, salah satu contohnya ada kenaikan dua persen dari penderita penyakit jantung. Data penderita penyakit jantung pada 2017 jumlah kasus sebanyak 10.346.112 membutuhkan biaya Rp 9.276.267.344.082 atau sebesar 50 persen. 

"Sedangkan pada tahun 2018, jumlah kasus pada 2018 menjadi 12.596.094. Dengan biaya Rp 10.545. 485.639.809 atau sebesar 52 persen," ujar Benjamin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement