BEKASI, AYOBANDUNG.COM -- Jam menunjukkan pukul 10.20 WIB saat Ayobekasi.net tiba di Sekolah Luar Biasa (SLB) tipe C Bundaku, Rabu (9/10/2019). Sekolah ini yang terletak di Jalan Anggur, Perumahan Wisma Asri, Bekasi Utara.
Kesan pertama ketika melihat bangunan sekolah sungguh membuat iba. Satu bangunan ruang kelas utamanya roboh menyisakan banyak puing saling bertumpukan sehingga tidak ada lagi atap tersisa. Beruntung, saat roboh pekan lalu, aktivitas belajar mengajar sudah selesai.
Akhirnya, total 15 murid yang belajar di sana terpaksa berdesakkan ‘mengungsi’ di ruang sebelah yang kondisinya lebih mirip kontrakan petakan. Sekatnya terbuat dari triplek. Pintunya pun rapuh. Atap juga ada yang berlubang serta pencahayaan sangat minim. Dibilang layak? Tentu tidak.
Begitu dipersilakan masuk ke ruang itu, mata ini tertuju pada 9 orang, 7 di antaranya murid dan 2 guru sedang belajar praktek memasak, mengupas kentang. Meski pakai seragam, mereka semua duduk di lantai, tanpa ada meja atau kursi layaknya sebuah sekolah. Sepatu yang mereka pakai pun harus dicopot karena harus belajar di lantai tadi.
“Halo kak. Selamat datang di sekolah kami. Beginilah kondisi kami, harap maklum,” kata Ibu Eno, satu dari dua pengajar.
SLB Tipe C Bundaku Bekasi
Kondisi anak-anak murid datang dari berbagai keistimewaan. Ada yang mengidap down syndrome, cerebral palsy, maupun keterbelakangan mental. Mereka bisa disebut juga tunagrahita, yakni anak-anak yang memiliki tingkat intelegensia di bawah rata-rata dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan.
Salah satu anak, Ahmad namanya, bisa diajak berbicara layaknya anak normal. Dia sedih karena ruang kelasnya tidak bisa digunakan lagi. Sementara semangatnya untuk bisa belajar dan menjadi orang sukses sangatlah tinggi.
“Aku mau kerja di kantor. Aku mau belajar biar pintar,” kata Ahmad saat ditanya tentang cita-citanya.
Sekolah ini berada di bawah naungan Yayasan Handani dan belum mendapat izin operasional Dinas Pendidikan Kota Bekasi, meski sudah puluhan tahun beroperasi. Bangunan yang ditempati berstatus kontrak dengan segala keterbatasan baik dana, sarana, juga prasarana. Inilah yang jadi kendala karena pemerintah memberi banyak syarat yang tidak sanggup dipenuhi pemilik.
“Berat (syaratnya) salah satunya harus punya lahan dan gedung sendiri dengan minimal luas lahan 1.000 meter persegi,” kata Anggraeni Puspa Sari, Kepala Sekolah sekaligus pemilik yayasan.
Segala keterbatasan itu coba dihadapi dengan banyak upaya hingga mencari donatur swasta. Namun, tetap nihil. Dari 30 proposal yang sempat diajukan ke perusahaan swasta dari Bekasi Utara sampai Kawasan Industri MM2.100, semua tidak ditanggapi.
“Waktu itu saya hanya mendapatkan sponsor produk permen karet. Itu juga karena saya bekas karyawan di perusahaan tersebut,” ujarnya.
Satu-satunya motivasi agar sekolah ini tetap ada hanyalah semangat anak-anak yang luar biasa, yang juga ingin mengenyam pendidikan layak sama seperti anak normal pada umumnya. Jangan lupakan, mereka punya hak pendidikan yang sama. Apapun keterbatasannya.